Matanurani, Jakarta – Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad mengungkap Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri terharu atas pencabutan ketetapan MPRS No. XXXIII/ MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan negara dari Presiden Soekarno.
Pasalnya, dengan pencabutan ini tuduhan Ir. Soekarno atas keberpihakannya kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) resmi dicabut.
“Ibu Mega memang tidak bicara depan umum, tapi di meja makan Bu Mega sangat terharu dan berterima kasih. Dia sampai-sampai terkesan seperti matanya berkaca-kaca sampai keluar kami antar ke depan dia masih mengucapkan terima kasih,” kata Fadel di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (9/9).
Fadel mengatakan pencabutan surat ini bermula atas penerimaan surat Kementerian Hukum dan HAM mengenai masalah MPRS No. XXXIII/ MPRS/1967. Kemudian, pihaknya pun berunding untuk menghapus ketetapan tersebut dan disampaikan sejalan dengan agenda Silaturahmi Kebangsaan MPR RI dipengujung periodenya.
“Kita menyampaikan surat ini kepada Ibu Megawati dalam rangka silaturahmi kebangsaan. Tetapi ini Mega mengatakan tidak, dia bilang sekalian kita bikin acara di MPR biar semua rakyat dan seluruh bangsa mengetahui bahwa yang dibuat ini adalah sesuatu kekeliruan pada masa lalu,” ujarnya.
Lebih lanjut, Fadel turut menyoroti pidato putra sulung Ir. Soekarno, Guntur Soekarnoputra, yang mengatakan seorang proklamator tidak mungkin mengkhianati bangsa. Bahkan, selama ini publik dinilai tidak berani mengatakan hal tersebut ke depan umum lantaran pemilikan sosialis Soekarno.
“Sosialis untuk kepentingan rakyat antara selalu kalau konotasi sosialis itu negatif. Nah beliau menjelaskan pikiran Soekarno itu tidak demikian untuk kepentingan rakyat banyak,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) resmi mencabut ketetapan MPRS No. XXXIII/ MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan negara dari Presiden Soekarno. Hal tersebut dilakukan dalam agenda Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR RI dengan Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, beserta keluarga besar Ir. Soekarno.
“TAP MPRS Nomor 33 Tahun 1967 telah dinyatakan tidak berlaku lagi,” kata Bamsoet di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9).
Bamsoet menjelaskan secara yuridis tuduhan tersebut tidak pernah dibuktikan, baik di hadapan hukum dan keadilan serta telah bertentangan dengan prinsip Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum.
“Setiap orang yang tidak dapat dinyatakan bersalah sebelum dinyatakan sebaliknya oleh hukum sebuah maksim yang bermakna, bahwa seseorang yang dituduh melakukan kejahatan atau tindak pidana adalah tidak bersalah sampai kemudian dapat dibuktikan,” ujarnya. (Ini).