Matanurani, Jakarta – Ketua Pengarah SATGAS Reforma agraria DPP Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Benny Pasaribu menegaskan bahwa reforma agraria merupakan strategi penting untuk pemberdayaan petani dan masyarakat tani. Karena itu, tiga persoalan pokoknya yakni ketimpangan sosial, konflik agraria dan krisis sosial dan ekologi pedesaan harus segera direstruktur melalui reforma agraria.
“Ketimpangan sosial seperti halnya kepemilikan, penguasaan dan akses terhadap lahan masih banyak ditemukan. Dan kebijakan pemerintah masih berfokus pada pembagian lahan negara berdasarkan hak,” ungkap Benny saat webinar konsolidasi DPP, DPD dan DPC HKTI di Jakarta, Jumat (15/7).
Karena itu, reforma agraria sangat mendesak untuk merestrukturisasi ketimpangan itu. Misalnya, BPN jangan lagi membagikan HGU dan hak lainnya kepada individu, tapi dibagikan kepada koperasi dan UMKM.
“Dalam menangani konflik agraria pun harus ditangani dengan cara non litigasi bukan lewat peradilan. Disinilah peran HKTI sebagai mediator sangat dibutuhkan,” kata Benny.
Sementara dalam krisis sosial dan ekologi pedesaan, pemerintah dan masyarakat harus ikut aktif merawat dan menjaga lahan sehingga kemanfaatannya positif bagi kemanusiaan.
“Jadi BPN perlu diperkuat supaya mampu mencabut HGU atau sertifikat lainnya dan Kementan atau PTSP dapat mencabut IUP perusahaan jika melanggar peraturan perundang-undangan.” tegasnya.
Terakhir, Benny menyampaikan HKTI harus terus ikut berperan dalam reforma agraria, mulai menjadi mediator atas konflik, berkolaborasi dengan KSP, BPN, Pemda dan Kementan hingga kelompok tani.
“Kalau perlu dikembangkan laboratorium pertanian HKTI. Paling tidak satu lab untuk satu provinsi. Demi untuk pemberdayaan para petani,” pungkasnya.