Matanurani, Jakarta – Penurunan impor bahan baku/penolong selama periode Januari-Juli 2020 bisa menjadi peluang bagi pelaku usaha dalam negeri untuk mengambil alih pangsa impor.
“Di masa pandemi (Covid-19) saat ini, penurunan impor bahan baku atau penolong juga diharapkan memberikan peluang bagi industri atau pelaku usaha dalam negeri untuk mampu memasoknya, sekaligus mengambil alih pangsa impor,” kata Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam keterangan resminya, Jumat (21/8).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$ 3,26 miliar. Surplus ini dihasilkan oleh kinerja ekspor yang mencapai US$ 13,73 miliar atau naik 14,33% dibanding Juni 2020. Sedangkan nilai impor mencapai US$ 10,47 miliar atau turun 2,73%.
Berdasarkan penggunaan barang, dibandingkan Juni 2020, impor barang konsumsi turun 21,01%, impor bahan baku/penolong turun 2,50%, dan impor barang modal naik 10,82%. Sedangkan bila diakumulasi selama periode Januari–Juli 2020, impor barang konsumsi juga turun 7,15%, bahan baku/penolong turun 17,99%, dan barang modal turun 18,98%.
Terkait impor barang konsumsi yang mengalami penurunan permintaan sebesar -21,01% (mtm) menjadi US$ 1,11 miliar, Airlangga Hartarto menilai hal itu di[icu oleh keberhasilan program peningkatan konsumsi barang produksi dalam negeri, di tengah penurunan permintaan domestik akibat pandemi.
Sedangkan peningkatan impor barang modal yang tumbuh 10,82% dinilai Airlangga merupakan sinyal positif yang sejalan dengan peningkatan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur yang memperlihatkan aktivitas produksi juga mulai meningkat. PMI Manufaktur Indonesia yang pada bulan Juli 2020 berada di level 46,9, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di level 39,1.
Menko Perekonomian mengungkapkan, surplus yang terjadi pada neraca perdagangan di April sampai Juni 2020 juga telah mendorong penurunan defisit transaksi berjalan Indonesia. Berdasarkan rilis Laporan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Triwulan II Tahun 2020 oleh Bank Indonesia, defisit transaksi berjalan tercatat sebesar US$ 2,9 miliar (1,2% dari Produk Domestik Bruto/PDB), lebih rendah dari defisit pada triwulan sebelumnya yang sebesar US$ 3,7 miliar (1,4% dari PDB).
Berkurangnya defisit transaksi berjalan didukung juga oleh surplus transaksi modal dan finansial yang tercatat sebesar US$10,5 miliar, setelah pada triwulan sebelumnya mencatat defisit US$ 3,0 miliar. Dengan angka ini, secara keseluruhan NPI pada Triwulan II-2020 mengalami surplus sebesar US$ 9,2 miliar.
“Itu cukup tinggi untuk menopang ketahanan sektor eksternal Indonesia. Jadi, saya optimis momentum perbaikan kinerja eksternal ini dapat dipertahankan, bahkan ditingkatkan, sehingga perekonomian Indonesia dapat tumbuh positif sampai akhir 2020,” kata Airlangga Hartarto. (Bes).