Matanurani, Jakarta – Guna mencegah terjadinya krisis ekonomi akibat Covid-19, pemerintah telah menggunakan instrumen kebijakan secara all out untuk membantu meringankan dampak pandemi ini.
Kuartal II lalu merupakan pertama kalinya pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi hingga minus 5,32 persen. Pemerintah pun kini terus menerus akan melakukan sejumlah cara dan kebijakan, serta stimulus baru agar ekonomi bangkit di kuartal III dan IV.
“Dalam situasi struggle for survival kita all out gunakan semua instrumen,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pembukaan Kongres 2 Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dengan tema “Membangun Ekosistem Media Siber Berkelanjutan” yang digelar secara virtual, Sabtu (22/8).
Instrumen yang dimaksud, jelas Menkeu sudah cukup banyak yang ditujukan ke semua lapisan, antara lain mulai dari insentif perpajakan, tambahan bantuan sosial (bansos) untuk program keluarga harapan, juga bansos produktif untuk 12 juta UMKM.
Selain itu meminta Perusahaan Listrik Negara (PLN) melakukan pengurangan beban tagihan listrik bagi dunia usaha pariwisata, industri, bisnis dan sosial yang menelan dana sebesar Rp 3 triliun, Kartu Prakerja, restrukturisasi kredit, menurunkan cicilan PPh 25 yang sebelumnya di diskon sebesar 30 persen menjadi 50 persen, hingga memperpanjang program bansos untuk menanggulangi dampak pandemi virus corona hingga akhir tahun.
“Kita tahu bahwa Covid timbulkan dampak sosial yang luar biasa, sehingga memperluas seluruh bantuan sosial atau jaring pengaman sosial yang unprecedented,” tegasnya.
Sri Mulyani yang sempat menjabat posisi yang sama di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun mencoba membandingkan era krisis saat itu dengan kondisi sekarang. Di mana, kondisi krisis saat ini diakuinya jauh lebih berat sehingga bansos pemerintah melalui Program Keluarga Harapan (PKH) terus ditambahkan jumlahnya.
“Saya pernah jadi Menkeu dulu zaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan menghadapi berbagai gejolak dengan mencoba memperluas Bansos karena Covid tidak pandang bulu. Ini suatu yang luar biasa dari 10 juta PKH, jadi 20 juta KPM (Keluarga Penerima Manfaat), ditambah 9 juta di atas itu termasuk Jabodetabek, dan non Jabodetabek 29 juta,” kata Sri Mulyani.
“Plus 11 juta dari desa yang dikonversikan menjadi BLT 29, plus 9 juta yang berada di pedesaan. Itu masih di luar 5,6 juta Kartu Prakerja, plus lebih dari 20 juta yang dapatkan diskon listrik dari 450 VA yang digratiskan sampai Desember dan 900 VA yang diberikan diskon 50 persen,” tuturnya.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, untuk mengatasi dampak agar tidak semakin meluas, pemerintah telah melakukan langkah-langkah yang bersifat extraordinary, sangat luar biasa, tidak biasa dan luar biasa.
Menurut Sri Mulyani, menjadi, exceptional dan extraordinary karena situasinya sama sekali bukan situasi biasa. Bahkan, APBN Tahun 2020 telah mengalami perubahan sebanyak dua kali dalam kurun waktu tiga bulan semenjak disampaikan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
“Saya harus jujur tidak ada yang disebut template final karena kondisi bergerak terus. Covid kita bicara ekonomi yang kontraksi, kuartal I biasanya 5 persen jadi 2,97 persen, kuartal II minus 5,32 persen, di negara lain kontraksi bisa lebih dalam sekali diatas belasan bahkan puluhan persen. Dan kita masih berharap dan mencoba sekuat tenaga agar kuartal III lebih baik dengan melalui berbagai instrumen itu,” jelas Menkeu.(Bes).