Kelesuan ekonomi mudah-mudahan bukan isu politik yang terus di hebohkan oleh segelintir kelompok anti Presiden Joko Widodo saat kini. Karena memang faktanya Presiden telah mengambil kebijakan yang pro rakyat dan pro bisnis, dan membangun infrastruktur dengan prinsip ‘kerja, kerja dan kerja.
Namun memang harus diakui banyak kritik yamg dilontarkan kepada beberapa kementriannya yang tidak mengikuti ritme kerja Presiden Jokowi. Dalam bidang industrialisasi misalnya, barangkali kalau ada otokritik Menteri Perdagangan semestinya harus sejalan dengan Menteri Perindustrian dalam memperhatikan industri di tanah air.
Misalnya, jika pabrik sudah ada, dan bahan bakunya dibutuhkan, tentunya kontinuitas bahan baku harus diperhatikan karena itu terkait dengan sektor hulu. Jadi jika bahan baku dalam negeri tidak cukup, tidak masalah jika memakai bahan baku dari luar asal tidak full capacity.
Dalam konteks kelesuan ekonomi mari kita lihat fakta-fakta dibawah ini.
Pertama. dari sisi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi kita trennya menaik dan membaik. Kita yang sebelumnya 5,1%, kini telah beranjak 5,2% dan tahun ini diharapakan menjadi 5,3%. Ini artinya ‘kue nasional’ semakin besar. Jadi, jika disebut ekonomi lesu karena dampak dari beberapa ‘toko tutup’, maka menurut ekonomi pasar hal itu memang selalu ada.
Kita harus melihatnya secara keseluruhan jadi jangan hanya yang dilihat tutup-tutup, tapi juga tumbuh-tumbuh yang juga harus dihitung. Sesungguhnya, yang disebut kelesuan, persoalannya adalah kesimpangan sosial. Mungkin paling tidak ada yang terimbas, punya uang tapi rasanya miskin karena membandingkan orang makin hebat.
Tapi jika melihat kelompok menengah keatas terutama yang bekerja di sektor pertambangan dan ekspor komoditas memang agak cenderung menurun dan investor sudah tidak masuk lagi ke sektor itu, ini yang mungkin boleh disebut lesu.
Kedua, Daya Beli Masyarakat. Tentunya pemerintah saat kini tengah gencar melakukan pelatihan atau vokasi kepada angkatan kerja agar supaya bermutu dan mempunyai keahlian dan ketrampilan. Sehingga kalau angkatan kerja bekerja benar-benar produktif menghasilkan sesuatu, yakni sesuatu yang hari ini lebih besar produksinya dari pada sebelumnya maka makin tinggi kualitasnya. Bahkan para petani pun harus disediakan juga pelatihan vokasi untuk meningkatkan mutu dan kualitas petani. Sebab, kalau sudah punya keahlian tentu industri akan membayar tinggi dan otomatis daya belinya pun meningkat.
Kemudian dampak perkembangan teknologi saat kini harus segera diantisipasi, sebab bagaimanapun broadband internet itu memang diharapkan sampai ke desa-desa sehingga mereka betul-betul mendapatkan informasi akurat.
Yang penting memang kalau ingin menggeser geser atau mengurangi subsidi harusnya ditahan dulu, kalau hanya sekadar dialihkan mungkin bisa supaya kelompok sasarannya lebih tepat.
Jadi kalau SDM nya produktif, teknologi makin terjangkau atau menggunakan teknologi yang ada termasuk yang online marketing atau e-commerce maka antara produsen dan konsumen otomatis bisa langsung bertransaksi.
Ketiga, Transparansi penegakan hukum tentang pajak semakin baik. Artinya kesadaran semakin meningkat dan ekonomi tidak boleh bergerak tanpa kendali. Itu sebabnya pemerintah saat kini harus memberikan insentif dan stimulus. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) semestinya makin cepat dan fasilitas itu sudah ada namun realitasnya saja masih ditahan-ditahan.
Fasilitas untuk dana desa sebesar Rp 70 triliun misalnya. Aturan ini tak jelas, Kemendes seharusnya menggerakkan kegotongroyongan agar dananya berputar di desa, bukan kemudian mengajak kontraktor luar kemudian dananya dibawa ke kota lagi.
Keempat, mengenai penumpukan hutang. Sepanjang hutang digunakan untuk sektor-sektor produktif seharusnya tidak masalah. Itu sebabnya sekarang pemerintah betul-betul didukung oleh rakyat, termasuk pemerintah dan KPK. Karena rakyat mau melihat pemerintah yang kerja, kerja di sisi lain korupsipun harus dikurangi.
Kelima, Kebijakan pemerintah tentang industrialisasi pun harus didukung. Sebab peranan sektor industri manufaktur sekarang ini baru sekitar 20-21% dari Produk Domestik Bruto. Padahal sebelumnya sudah diatas 28%. Karenanya industrialisasi apa yang harus dilakukan?.Tentunya semua produk ekspor dalam negeri yang bahan baku produk primer yang tadinya kita ekspor kita tahan dan kita olah disini.Jadi jika kita tahan disini maka industri yang menggunakan bahan baku kita suatu saat nanti akan pindah kesini. Sama seperti dulu saat ekspor rotan mentah, industri rotan begitu mekar, namun saat kita hentikan ekspor rotan justru industri rotan kita menjadi berkembang.
Karena itu, kita harus fokus dan tidak perlu semua industri harus dibimbing oleh pemerintah meskipun baik untuk diatur, dan tetap fokus pada 4 industrualisasi yakni agro, maritim, pariwisata dan industro kreatif.
(Penulis adalah Anggota Komite Ekonomi Industri Nasional ).