Oleh : S Benny Pasaribu Phd
TRUMP ingin memenuhi janji kampanyenya : America Great Again. Salah satu yang menghentak dunia adalah kebijakan tarif yang dikenakan atas ekspor produk dari puluhan negara ke AS.
Bagi AS sendiri, pengenaan tarif melanggar aturan WTO dan mengundang kritik tajam dari para ekonom terkenal di AS. Kebijakan ini akan merugikan rakyat AS karena akan menaikkan harga barang dan akhirnya inflasi. Daya beli warganya akan menurun signifikan bahkan dapat mempercepat krisis ekonomi AS.
Bagi negara pengekspor seperti Indonesia, implikasinya akan menurunkan ekspor ke AS dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Banyak industri yang terdampak akan sulit menjual produknya, bahkan bisa tutup. Akibatnya, pengangguran akan meningkat.
Pada jangka menengah, industri terkait juga akan kena dampaknya. Demikian juga daya beli masyarakat yang akan semakin rendah. Banyak negara merespon dengan mendatangi AS untuk melakukan hal yang sama agar tarif 32 % diturunkan. Sementara Turki hanya dikenakan 10℅, sehingga tidak ambil pusing untuk bernegosiasi. China justru melawan dan akan membalasnya dengan menaikkan tarif atas produk ekspor AS ke China.
Perang tarif tak terhindarkan. Situasi perang tarif ini akan merubah tatanan perdagangan dunia yang semakin protektif. Kebijakan tarif Trump sesungguhnya mengandung banyak pertanyaan. Banyak orang curiga atas motif Trump, diantaranya apakah kebijakan ini ditujukan untuk memperkaya pribadi dan kelompoknya (bukan untuk Great America)? Atau apa motivasi utama Trump?
Hal pasti Amerika masih negara adidaya di bidang ekonomi, teknologi, pertahanan dan sebagainya. Pendapatan perkapitanya juga termasuk paling tinggi di dunia. Sistem globalisasi, liberalisme dan demokrasi telah berjalan mulus dan membawa banyak keunggulan AS dibanding negara lain di dunia.
Lalu kenapa Trump ingin merubah sistem perdagangan menjadi lebih protektif?. Apakah benar industri manufaktur akan kembali ke AS yang akhirnya diharapkan dapat menurunkan angka pengangguran yang terus membengkak?.
Sesungguhnya para negosiator Indonesia kunci suksesnya, harus mampu terlebih dahulu memahami jawaban atas pertanyaan- pertanyaan diatas dan tentu memahami kekuatan kita. Dalam negosiasi kita harus tahu reservation price, insentif dan daya tekan yang kita miliki.
Jika kompromi tadi telah dipersiapkan maka kalaupun negosiasi ini gagal, maka pemerintah tak perlu malu. Barangkali semua negara yang melakukan langkah yang sama juga, menerima nasib yang sama, yaitu gagal. Memang Trump benar – benar mau melakukannya dan tidak akan mundur setapak pun.
Pemerintah perlu mengantisipasi hubungan dagang kita dengan China, ekspor terbesar kita memang ke China. Sehingga harus dijaga dengan baik. Carilah pasar ekspor yang baru, misalnya ke negara- negara Afrika, Timur Tengah dan sebagainya. Perkuat struktur industri kita berbasis hilirisasi di sektor agro, maritim, pariwisata dan ekonomi kreatif. Efisiensi dan produktifitas di semua sektor dan berkehidupan bernegara dan berbangsa harus ditingkatkan secara signifikan.
Terakhir, penambahan utang dengan pinjaman dan penerbitan obligasi harus dikaji ulang agar pertumbuhan utang bisa dikendalikan sesuai kemampuan bayar fiskal Indonesia.
Kita semua berharap hal yang lebih baik akan datang. Semoga berhasil!
Penulis adalah Dosen Ekonomi Industri FEB Universitas Trilogi dan Dewan Penasehat KPPU RI