Matanurani, Jakarta – Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Krisdianto menyampaikan, upaya memberdayakan hutan tidak hanya sebatas dengan mengambil kayu saja.
Pengembangan usaha kehutanan tidak hanya berbasis pada nilai pasar dan produksi komoditas, tetapi juga lingkungan jasa sosial dan fungsi penyangga kehidupan. Adapun pengembangan usaha tidak hanya berbasis kayu tetapi juga kawasan, jasa lingkungan hasil hutan bukan kayu termasuk industri genetik.
Namun, upaya dalam meningkatkan ekonomi melalui pemanfaatan sumber daya alam (SDA) takkan dilakukan secara gegabah. Dalam artian pemanfaatan akan tetap mengatur agar tetap terjaga keberlanjutannya, baik untuk hasil hutan kayu atau bukan kayu.
Ia menambahkan, usaha kehutanan harus ikut memberdayakan masyarakat sekitar dengan terjalinnya kerjasama. Pemanfaatan hutan produksi juga harus dibarengi dengan penanaman kembali sebagai bentuk keberlanjutan. Hal yang sama juga dilakukan pada pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.
“Perizinan usaha bukan buat tutupan hutan baru tapi prioritas pada hutan yang udah kebuka,” kata Krisdianto dalam Webinar, Jumat (8/7).
Luas Kawasan hutan di daratan Indonesia ialah 120,4 juta hektar. Dengan rincian hutan konservasi 27,4 juta hektar, hutan lindung 29,7 juta hektar, hutan produksi 68,8 juta hektar dan sisanya areal penggunaan lain.
Secara umum Krisdianto mengatakan bahwa, gambaran industri kehutanan saat ini ialah, pertama, konsesi kehutanan lebih dari 500 unit menguasai hampir 30 juta hektar kawasan hutan. Di mana terdapat konsesi yang tidak aktif berproduksi dan menanam.
Di mana pada tahun tahun ini ada 3,1 hektar konsesi kehutanan yang dilakukan pencabutan dan 1,3 juta hektar konversi perusahaan yang dilakukan evaluasi. Hal ini tertuang berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 1 tahun 2022 tentang pencabutan izin konveksi kawasan hutan.
Kedua, penyebaran produksi kayu dan industri kayu belum merata meski luas hutan produksi dan luas alokasi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) belum merata. Padahal luas hutan produksi dan luas alokasi IUPHHK sudah cukup seimbang.
“Industri primer hasil hutan kayu, semuanya banyak di Jawa, di Sumatra juga ada tapi di Papua masih sedikit dan itu jadi peluang. Jadi penyebaran belu merata,” imbuhnya.
Namun kembali Ia menegaskan, pemanfaatan hasil hutan harus diikuti dengan upaya menjaga kelestariannya. Kemudian untuk, hasil hutan bukan kayu juga masih belum terkontrol seperti hasil hutan kayu. Dimana hasil hutan bukan kayu untuk jenis getah dominasi oleh getah pinus dan getah karet; jenis batang didominasi Oleh rotan dan bambu; jenis resin didominasi oleh kemendangan, gaharu, damar dan kemenyan.
“Gambaran industri kehutanan saat ini, itu produktivitasnya dan penyebaran belum merata,” ungkapnya. (Ktn).