Matanurani, Jakarta – Beberapa hari terakhir, publik digegerkan dengan adanya wacana kenaikan tarif PPN yang sebelumnya berada diangka 11 persen menjadi 12 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan, kebijakan kenaikan tarif PPN ini sebelumnya sudah diamanatkan dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang harus segera dilaksanakan tahun depan, tepatnya bulan Januari 2025.
Ia menambahkan bahwa wacana tersebut telah disusun pada tahun 2021 yang telah melalui pertimbangan pihak pemerintah dengan melihat kondisi kesehatan dan kebutuhan pokok masyarakat, akibat terdampak pandemi Covid 19
Ini kemudian juga dia tegaskan dalam rapat kerja dengan para anggota dewan Komisi XI DPR RI pada Rabu (13/11) lalu.
Dimana banyak dari para anggota DPR yang kemudian menanyakan kepastian kenaikan PPN 12 persen tersebut.
“Sudah ada UU, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan. Tapi dengan penjelasan yang baik bukannya membabi buta. Tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya,” ucap Sri Mulyani.
Lebih lanjut lagi, Sri Mulyani juga meminta kepada pemerintah untuk memberikan penjelasan secara gamblang kepada masyarakat
Terkait latar belakang kebijakan hingga sisi manfaat bagi keuangan negara.
Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Agus Sumarto memberikan peringatan kepada pemerintah agar berhati-hati dalam membuat regulasi kenaikan pajak.
Hal ini ditakukan akan mempengaruhi daya beli masyarakat yang semakin tergerus imbas kenaikan tarif pajak.
“Untuk kenaikan tax ratio kita salah satunya adalah dengan menaikkan tarif pajak, walaupun maih ada cara lain. Namun pemerintah juga harus hati-hati jangan sampai kenaikan pajak ibi malah menggerus daya beli,” ujarnya mengutip antara, Rabu (20/11).
Disisi lain, Agus juga memahami kenaikan tax ratio di Indonesia salah satunya disebebakan oleh tarif pajak di Indonesia yang masih rendah
Apalagi jika dibandingkan dengan tax ratio di negara G20 dan negara di ASEAN lainnya.
Meski begitu, ia juga berharap agar tahap awal kenaikan PPN 12 persen tersebut diimplementasikan pada sektor-sektor tertentu yang tidak berpengaruh secara luas terhadap daya beli masyarakat.
Menurutnya pengenaan kenaikan tarif pajak terhadap produk seperti elektronik, fesyen dan otomotif merupakan langkah yang cukup bijak.
Dikarenakan produk-produk tersebut masuk kedalamĀ kebutuhan sekunder.
Disisi lain, Agus juga memahami kenaikan tax ratio di Indonesia salah satunya disebebakan oleh tarif pajak di Indonesia yang masih rendah
Apalagi jika dibandingkan dengan tax ratio di negara G20 dan negara di ASEAN lainnya.
Meski begitu, ia juga berharap agar tahap awal kenaikan PPN 12 persen tersebut diimplementasikan pada sektor-sektor tertentu yang tidak berpengaruh secara luas terhadap daya beli masyarakat.
Menurutnya pengenaan kenaikan tarif pajak terhadap produk seperti elektronik, fesyen dan otomotif merupakan langkah yang cukup bijak.
Dikarenakan produk-produk tersebut masuk kedalamĀ kebutuhan sekunder. (Aku).