Matanurani, Jakarta – Genderang perang kontestasi Pilpres 2019 mulai bergejolak. Dua kubu berseberangan mulai menampilkan alur dan gaya bermain berbeda demi mendulang suara publik.
Termasuk, perbedaan strategi pelibatan para kepala daerah dalam kampanye. Kubu Jokowi-Ma’ruf Amin melalui Koalisi Indonesia Kerja (KIK) mencantumkan nama para kepala daerah dalam struktur tim pemenangan, sedangkan kubu, Prabowo – Sandi melalui Koalisi Indonesia Adil Makmur (KIAM) justru berbanding terbalik.
Peneliti Politik dari LIPI, Wasisto Raharjo Jati menilai, keterlibatan para kepala daerah dalam kampanye belum tentu mengatrol suara dari masyarakat. Menurut dia, publik akan memilih Jokowi atau Prabowo menjadi presiden tergantung informasi yang didapat oleh mereka.
“Faktor paling signifikan seberapa banyak informasi mereka dapat tentang pasangan capres cawapres itu,” ujar Wasisto di Jakarta, Rabu (19/9).
Dia berpandangan, bila tim kampanye menggunakan para kada dalam kampanye itu semata-mata sebagai broker suara di daerah masing-masing.
Wasisto menegaskan, efektif atau tidaknya peran para kepala daerah kembali lagi dengan paslon masing-masing, seperti apakah ada kesamaan karakter dan gaya politik antara keduanya. “Mungkin sama-sama populis, sama-sama nasionalis, atau agamis,” cetus akademisi itu.
Ia menuturkan, tafsir kekuasaan dalam pelibatan para kepala daerah dalam kampanye bisa menjadi tolak ukur mereka. “Sebagai ASN kadang kala, persoalan ini bisa menjadi tafsir sebagai bentuk loyalitas terhadap rezim berkuasa,” papar Wasisto. (Ind)