Home News KSPPM Sebut Areal Pengembangan Program Food Estate Jokowi Hancurkan Sejuta Kemenyan

KSPPM Sebut Areal Pengembangan Program Food Estate Jokowi Hancurkan Sejuta Kemenyan

0
SHARE

Matanurani, Medan – Selain kehadiran PT TPL di Tanah Batak yang melahirkan banyak persoalan, berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang hadir dengan tiba- tiba juga menambah persoalan.

Menurut Delima Silalahi, Direktur Kelompok Studi Pengembangan Pemrakarsa Masyarakat (KSPPM), yang terbaru penunjukan Kabupaten Humbang Hasundutan sebagai Areal Pengembangan Program Food
Estate.

“Yang kami lihat belakangan ini, program-program Proyek Strategis Nasional (PSN) yang hadir dengan tiba- tiba juga menambah persoalan,” ujar Delima Silalahi pada pada Media Briefing bertema Pulp dan Kertas di tengah Pandemi Covid-19 di D’Caldera Coffe Jalan Sisingamangaraja, Medan, Jumat (5/2).

Belum lagi terselesaikan adanya ketegangan dan konflik Agraria yang terus meningkat di areal konsesi TPL, negara justru mengklaim bahwa status areal Food Estate di Siria-ria Humbahas merupakan Kawasan Hutan dengan Fungsi Hutan Produksi (20.354 ha) dan Hutan produksi Terbatas (2.871 ha).

“Ada 23.225 hektar di Humbang Hasundutan yang dialokasikan untuk Areal Food Estate. Negara mengklaim bahwa status areal tersebut merupakan Kawasan Hutan dengan Fungsi Hutan Produksi (20.354 ha) dan Hutan produksi Terbatas (2.871 ha),” terang Delima.

Delima membeberkan, sekitar 16.000 hektar areal ini merupakan pengurangan luas konsesi PT TPL. Di sisi lain, masyarakat juga mengakui itu merupakan wilayah adat.

Ada dua komunitas  yang saat ini berjuang mempertahankan wilayah adat mereka di areal tersebut, yakni Komunitas Masyarakat Adat Pandumaan Sipituhuta dan Komunitas Masyarakat Adat Pargamanan Bintang
Maria-Parlilitan.

Selain berpotensi meningkatkan konflik agraria, Program Strategis Nasional Ketahanan Pangan ini juga berpotensi menimbulkan deforestasi.

Penetapan Hutan Adat Pandumaan Sipituhuta seluas 2.383 hektar oleh KLHK pada 30 Desember 2020 lalu kata Delima membingungkan dan mengecewakan Masyarakat Adat Pandumaan Sipituhuta.

“Karena secara sepihak pemerintah mengalokasi 2.051 hektar wilayah adat mereka yang menjadi areal Ketahanan Pangan. Padahal di areal 2051 hektar tersebut, dari pendataan yang dilakukan 25 Januari lalu, terdapat sekitar sejutaan pohon kemenyan. Masyarakat Adat menolak hutan kemenyan mereka dijadikan areal ketahanan pangan,” kata Delima Silalahi, Direktur KSPPM.(Tri).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here