Matanurani, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami defisit sebesar US$676,9 juta pada Januari 2018. Sebelum mengalami defisit tersebut, neraca perdagangan secara bulanan terus mengalami penurunan surplus hingga tersisa sebesar US$220 juta pada bulan lalu.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, kondisi ini terjadi lantaran pertumbuhan nilai ekspor secara bulanan (month-to-month/mom)Indonesia lebih kecil dibanding impornya. Memang, ekspor Indonesia pada bulan Januari tercatat US$14,46 miliar atau naik 7,86 persen dibanding Januari tahun sebelumnya yakni US$13,4 miliar. Hanya saja, angka ini lebih rendah 2,81 persen dibandingkan ekspor pada bulan Desember.
Menurut dia, ini disebabkan karena penurunan beberapa harga komoditas seperti harga kopra dan minyak kernel. Namun di sisi lain, terdapat peningkatan harga seperti batu bara dan nikel.
“Ada beberapa komoditas yang terdapat penurunan harga, baik migas dan non-migas,” ungkap Suhariyanto di Gedung BPS, Kamis (15/2).
Menurut dia, ekspor migas tercatat mengalami penurunan secara signifikan dengan angka minus 14,85 persen secara bulanan. Tak hanya itu, ekspor produk pertanian pun mengalami penurunan 6,76 persen dibanding bulan sebelumnya gara-gara penurunan harga. Namun, ia mencatat kenaikan ekspor dari lada putih, rumput laut, dan kopi.
“Tapi secara year-on-year (yoy),ekspor migas bertumbuh 1,11 persen. Namun memang ekspor pertanian turun 8,27 persen dibanding tahun lalu,” ujar dia.
Sementara itu, impor pada bulan Januari tercatat di angka US$15,13 miliar atau naik 0,26 persen dibanding bulan sebelumnya. Hanya saja, angka ini melompat signifikan dibanding Januari tahun sebelumnya yaitu 26,44 persen.
Suhariyanto mengatakan, pertumbuhan impor tertinggi terjadi pada kelompok bahan baku dan bahan penolong yakni 2,34 persenmonth-to-month. Sementara itu, impor barang konsumsi dan barang modal juga menurun secara bulanan dengan angka 1,46 persen dan 7,39 persen.
Sayangnya, jika dilihat menggunakan jenis barang penggunaan, impor barang baik barang konsumsi, barang modal, dan bahan baku mengalami pertumbuhan dua digit secara tahunan. Adapun, masing-masing pertumbuhan itu tercatat 32,98 persen, 30,9 persen, dan 24,76 persen.
“Sebagian besar impor yang tinggi ini berasal dari mesin-mesin pesawat mekanik dan peralatan listrik,” papar dia.
Dengan neraca yang tidak seimbang, maka neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit. Adapun, Indonesia mengalami defisit terbesar dengan China dengan nilai US$1,83 miliar, Thailnad yakni US$211,4 juta, dan Australia yakni US$178,2 juta.
“Kami harap defisit ini tidak berlangsung terus dan kinerja ekspor semakin baik kedepannya,” lanjut dia.(Cen).