Home Opini Olah Pikir Membangun Teori Dalam Ilmu Pariwisata (Sumbangsih STIPRAM untuk Pariwisata Indonesia)

Olah Pikir Membangun Teori Dalam Ilmu Pariwisata (Sumbangsih STIPRAM untuk Pariwisata Indonesia)

0
SHARE

 

Oleh, Dr Tonny Hendratono

PENDIDIKAN pariwisata Indonesia mencatat sejarah penting, ketika pada tanggal 13 Februari 2008 secara resmi pariwisata ditetapkan sebagai ilmu mandiri, yang diprakasai oleh Himpunan Lembaga Pendidikan Tinggi Pariwisata Indonesia (HILDIKTIPARI). Perkembangan lain yang signifikan adalah pendidikan pariwisata termasuk program studi yang tergolong dalam STEM (Science, Technolody, Engineering and Mathematic). Sebagai implikasi pariwisata sebagai ilmu , lahirlah program studi akademik baik strata satu, strata dua maupun strata tiga (yang masih dalam proses) di beberapa universitas baik negeri maupun swasta. Namun semenjak pariwisata lahir sebagai ilmu mandiri, belum muncul sebuah pemikiran bagaimana membangun teori dalam ilmu pariwisata. Oleh karena itu, muncul gagasan dari Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo (STIPRAM) Jogyakarta untuk menerbitkan buku OLAH PIKIR : MEMBANGUN TEORI DALAM ILMU PARIWISATA, sebagai sumbangsih terhadap kemandirian dan kemajuan pariwisata. Zaltman, Lemasters dan Heffing (1982) berpendapat kompetansi membangun sebuah teori selain penting bagi ilmuwan juga bagi praktisi. Tiga alasan yang mereka kemukakan adalah sebagai metalanguage, learning in new situations, dan frame of reference. Buku ini menggunakan perspektif pembelajar dan pengguna. Perspektif ini berpusat padaa persoalan analistik : bagaimana membuat konsep, proposisi, membangun teori, dan menggunakan paradigma yang sesuai.

Membangun dan mengembangkan teori dalam ilmu pariwisata tidak terlepas dari penelitian-penelitian terhadap berbagai aspek dalam pariwisata, dan kontribusi pendekatan dasar dari disiplin ilmu lain. Ihalauw (2008) menegaskan untuk keperluan membangun dan mengembangan ilmu pariwisata, perlu dipahami empat hal yaitu (1) Asumsi filosofi, (2) Aras kiblat berfikir ilmiah dan pendekatan ilmiah (3) Nilai-nilai ilmiah dan etika (4) Olah pikir atau bahasa ilmiah. Asumsi filosofi disediakan oleh para filsafat ilmu yang membahas ilmu tentang pengetahuan ilmiah yang mencakup asumsi ontologis, aksiologis, epestimologis, aksiologis, rethorika dan asumsi methodelogis (Creswell, 2007; Suriasumantri, 1984: Ihalauw, 2008). Aras kiblat berfikir dalam ilmu pariwisata terdiri dari kiblat berfikir aras abstrak dan kiblat berfikir aras empirik. Nilai-nilai ilmiah (Ihalauw 2008) adalah netralitas emosional, universalisme, orientasi persekutuan dan individualism. Sedangkan bahasa ilmiah meliputi konsep/peubah/konstruk, proposisi,model/teori/teori mini, dan paradigma.

Olah pikir dalam membangun teori diawali dengan menyusun konsep. Zetterberg (1966) mengemukakan saling keterhubungan antara simbol, makna dan fenomena merupakan unsur dalam membentuk konsep. Olah pikir yang kedua adalah proposisi yaitu sebuah pernyataan tentang hakekat dari suatu fenomena. Boleh dikatakan proposisi merupakan satu langkah lanjutan dengan menggunakan konsep-konsep menuju ke pembentukan teori mini, dan pengujian dan konfirmasi teori-teori. Abell (1971) mengemukakan sebuah proposisi berisi (1) dua konsep atau peubah (variable) dan (2) suatu pertautan antara konsep-konsep atau peubah-peubah tersebut. Bagaimana membangun sebuah teori? Teori dibangun dengan menautkan proposisi-proposisi sehingga membentuk suatu sistim terpadu. Perangkat dari semua proposisi yang dipertautkan bermuara dari peubah gayut. Berapa banyak proposisi untuk membentuk sebuah teori atau model? Semakin banyak proposisi akan semakin kompleks sebuah teori atau model. Acuan yang paling tepat untuk menentukan banyak dan tidaknya proposisi dapat digunakan prinsip parsimony. Selanjutnya, ilmuwan akan diperhadapkan dengan bagaimana menyusun paradigma. Paradigma menjadi terkenal melalui karya Kuhn pada tahun1962. Dalam membangun-kembangkan teori-teori dalam ilmu pariwisata telah tersedia beberapa alternatif paradigma yang bisa digunakan. Esterberg (2002) memilah paradigma-paradigma ke dalam naturalism, social constructionism, feminism dan critical approach. Sementara Creswell (2009) mengklasifikasikan empat paradigma ilmiah yaitu positivism, constructivism, advocacy/parcipatory, dan pragmatism. Terakhir, yang perlu dipahami oleh ilmuwan adalah membandingkan teori-teori berdasarkan pada teba, aras abstrak, kebernasan dan ketepatan bahasa. Membangun-kembangkan teori-teori dalam ilmu pariwisata bukan sebagai suatu kemustahilan, mengingat sudah banyak penelitian-penelitian telah dilakukan oleh para ilmuwan pariwisata di Indonesia.

Buku yang lahir ditengah-tengah masa pandemi covid 19 ini, diharapkan dapat memicu para ilmuwan untuk meneliti perubahan-perubahan yang dramatis dan signifikan yang mucul sebagai fenomena empiris pada industri pariwisata, sehingga akan memperkaya khasanah teori dalam ilmu pariwisata. Semoga buku OLAH PIKIR : MEMBANGUN TEORI DALAM ILMU PARIWISATA, dapat bermanfaat bagi para ilmuwan, peneliti, praktisi dan pengambil keputusan serta masyarakat untuk kemajuan pariwisata Indonesia, semoga.

Jakarta, 13 Juni 2020

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here