Home Opini Harga Minyak Goreng Bisa Diturunkan?

Harga Minyak Goreng Bisa Diturunkan?

0
SHARE
Dr Benny Pasaribu, Ketua Pokja Pangan, Komite Ekonomi dan Industri Nasional(KEIN).

Oleh : Ir S Benny Pasaribu, MEc. Phd
Ketua KPPU RI Periode 2007 – 2013

TUGAS pemimpin adalah mencari akar masalahnya baru kemudian dicari solusi permanen tanpa menimbulkan masalah baru. Lain halnya, jika manager bolehlah menyelesaikan masalah yang muncul di permukaan. Namun seringkali dipermukaan selesai tapi dibawahnya muncul masalah baru, solusi mengakibatkan masalah baru. Solusi hanya terasa sesaat.

Minyak goreng terbuat dari CPO, CPO terbuat dari Tandan Buah Segar, dan TBS adalah buah dari pohon sawit. Pohon sawit tumbuh dan menghasilkan TBS dan ditanam manusia dan diberikan sinar dan air yang cukup di sepanjang khtulistiwa oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sekitar 25 % lahan sawit dikelola oleh petani secara mandiri. Sisanya, mayoritas lahan sawit dikuasai oleh Korporasi. Tidak hanya itu korporasi juga pemilik CPO dan Minyak Goreng. Bahkan sekitar 4 perusahaan dan afiliasinya menguasai lebih dari 60 % CPO.

Jika korporasi Indonesia dan Malaysia bergabung, melakukan semacam kartel, maka suplai dan harga produk CPO di pasar dunia bisa dikendalikannya. Pasar minyak goreng lain lagi strukturnya. Memang sangat tergantung pada pasokan  dan harga CPO. Tapi korporasi yang menguasai hulu – hilir (dari TBS, CPO, Minyak goreng dan jaringan ritelnya), maka harga dan pasokan minyak goreng dapat ditentukan sendiri.

Sampai disini belum besar masalahnya. Tapi jika korporasi besar tersebut melakukan kesepakatan/ kartel, maka persaingan harga tidak akan terjadi. Harga bisa tinggi sekali sehingga keuntungan mereka maksimal, setingkat supernormal.

Sebaliknya jika persaingan terjadi, maka harga minyak goreng di  ritel tidak akan sama, dan pasti perang harga sampai pada titik dimana terjadi keuntungan normal. Itulah yang tidak diinginkan. Peluang mencari keuntungan normal sangat besar. Apalagi jika KPPU RI dan Kemendag tidak ambil pusing. Toh emak- emak dan UMKM yang protes itu tidak sekuat pengaruh korporasi.

Presiden Jokowi  telah bersikap penanganan minyak goreng diketuai oleh Menko Marinves. Tidak cukup itu, Menteri Petdagangan dan Menteri ATR/ BPN. Jika dipahami, inilah signal Presiden supaya pelaku curang di belakang tingginya harga minyak goreng segera ditindak. Bisa dengan mencabut IUP (Ijin Usaha Perkebunan), ijin industri, ijin dagang, mencabut HGU dan sebagainya.

Menteri Pertanian, Menteri ATR/ BPN dan Menteri Perdagangan perlu menindaklanjuti perintah implisit dari Presiden Jokowi tersebut. Kasihan petani mandiri sawit dan konsumen minyak goreng, kedua pihak inilah yang paling menderita selama ini.

Kenaikan harga minyak goreng tidak serta merta dan tidak proporsional menaiikkan pendapatan petani. Sebaliknya, turunnya harga TBS petani tidak otomatis menurunkan harga minyak goreng, konsumen juga tidak diuntungkan. Fenomena ini telah terjadi berulang- ulang.

Ketika menjadi Ketua KPPU RI tahun 2009, kami menghukum para pelaku, korporasi minyak goreng. Harga minyak goreng bisa turun dari Rp 13.500 hingga menjadi Rp 9.500 per liter. Akar masalahnya adalah perilaku (conduct) yang didukung oleh struktur industri persawitan yang tidak mengikuti kaidah persaingan sehat dan adil. Baca dalil- dalil dalam UU Nomor  5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Sehat. Mungkinkah hal ini bisa diatasi?. Tentu bisa. Tergantung pada kinerja Kementerian  terkait dan KPPU RI. Semoga!

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here