Matanurani, Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) menerapan teknologi pascapanen terpadu yang diharapkan mampu mengurangi kehilangan hasil padi dari 10-13% hanya menjadi 5-7%. Pengurangan kehilangan dari hasil ini diharapkan akan sangat membantu pertanian di Indonesia untuk bisa tumbuh lebih produktif ke depan.
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, mengatakan dengan teknologi pascapanen maka konsumen semakin menerima berbagai produk olahan dari pangan lokal, seperti sagu, aneka umbi, aneka sereal nonpadi yang banyak tersebar di pulau-pulau yang ada di Indonesia.
“Penguatan ketahanan pangan lokal masih memerlukan berbagai dukungan inovasi teknologi pascapanen,” ujar Mentan, sebagaimana dikutip dari siaran pers yang diterima Sabtu (18/6).
Mentan berharap teknologi pascapanen mengikuti perkembangan teknologi terkini sehingga menghasilkan pertanian yang makin maju, mandiri dan modern. Ditambahkannya, diversifikasi pangan lokal diperlukan untuk memperkuat ketahanan pangan dan gizi mulai dari tingkat individu hingga tingkat negara.
Masalah ini juga disampaikan dalam agenda Mentan Sapa Petani dan Penyuluh (MSPP) volume 22 bertemakan kostratani sebagai pusat agribisnis, Jumat (17/6), di AOR BPPSDMP, Jakarta.
Hadir secara virtual pada kegiatan MSPP Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi. Pada arahannya, Dedi mengatakan untuk menghindari akibat dari krisis pangan global maka para petani dan pemerhati pertanian harus terus mengenjot tanam pangan lokal untuk meningkatkan produktivitas.
“Ayo beralih ke pangan lokal, ganti gandum dengan singkong ganti jeruk mandarin dengan jeruk lokal, karena ini yang dapat menyelamatkan pangan lokal,” jelas Dedi.
Hal ini sejalan dengan dengan salah satu fungsi Kostratani sebagai pusat konsultasi agribisnis.
Dedi berharap insan pertanian dapat menggunakan pangan lokal dan produk turunannya untuk kehidupan sehari-hari karena dapat membantu para petani dan keluarganya sejahtera.
Sementara itu narasumber MSPP, Netti Tinaprilla, dosen universitas IPB, mengatakan untuk menghasilkan produk yang akan dijual dilakukan proses produksi. Pengusaha melakukan proses produksi untuk menghasilkan produk yang dijual, dan dapat menjadi input/bahan baku bagi perusahaan lain (intermediate product).
“Proses produksi terjadi melalui berbagai tahap yang menghasilkan value added, karena setiap perlakuan berdampak biaya dan produk telah berubah bentuk sehingga harga jual menjadi naik,” jelas Netti.
Adapun nilai tambah (value added) merupakan penambahan nilai karena perlakuan fungsi pemasaran (pengolahan, grading, packaging, slicing).
Narasumber MSPP lainnya, Boyke Sukarya, merupakan petani dan pengusaha milenial tepung talas beserta turunannya. Pada materinya, Boyke menjelaskan bahwa tanaman Balitung (Xanthosoma sagittifolium) merupakan makanan pokok alternatif di berbagai belahan dunia/tropis dan daerah di Indonesia dan termasuk salah satu komoditas sebagai sumber karbohidrat yang sampai sekarang masih belum mendapat perhatian baik dalam pembudidayaan dan industri.
“Balitung merupakan tumbuhan herba dengan batang bagian bawah yang membentuk cabang di bawah tanah yaitu cormel atau sprout. Daur hidup berlangsung dalam 11 bulan,” jelas Boyke.
Balitung merupakan sumber karbohidrat tepung dan pati diolah menjadi starchips untuk snacks, roti dan cake, perkedel, campuran bubur serta olahan kuliner lainnya.
“Ke depannya saya ingin mendapatkan dukungan pemerintah di antaranya Bappenas dan Kementan sebagai mitra strategis untuk keberhasilan rencana pengembangan Balitung seluas 5.000 hektar,” tutup Boyke.(Bes).