Matanurani, Jakarta – Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP)-Kakao sudah sangat urgen dibentuk sebagai alternatif pembiayaan perbaikan tanaman kakao. Ini ketika produktivitas perkebunan kakao cenderung menurun dan dana permerintah untuk perbaikan tanaman kakao tidak signifikan.
Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Arief Zamroni mendesak pemerintah agar dapat membiayai perbaikan tanaman kakao dari kutipan ekspor kakao. Bahkan pembentukan BPDP-Kakao pun juga sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) No 39 tahun 2014 tentang Perkebunan yang memungkinkan adanya pembiayaan usaha perkebunan dari penghimpunan dana pelaku usaha.
Tidak hanya itu, melalui BPDP-Kakao pemerintah dapat menetapkan kutipan terhadap ekspor komoditas yang dananya dapat digunakan langsung untuk untuk pengembangan sumber daya manusia (SDM), penelitian dan pengembangan, promosi perkebunan, peremajaan. Kebijakan ini sudah diterapkan pada kelapa sawit dan seharusnya bisa diterapkan kepada komoditas kakao. ”Sudah seharusnya pemerintah membentuk Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kakao mengingat besarnya kontribusi ekspor kakao dan turunannya terhadap devisa Negara,” tegas Arief.
Terbukti, berdasarkan data dari laporan Statistik Perkebunan Indonesia untuk Kakao tahun 2015-2017 yang dirilis Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian menyebutkan kakao menyumbangkan devisa negara melalui ekspor sebesar USD 1,15 miliar pada 2013, naik menjadi USD 1,244 miliar pada 2014, kemudian menjadi USD 1,307 miliar pada 2015, dan USD 895 juta sampai September 2016.
Sedangkan produksi kakao Indonesia cenderung berfluktuasi menurut dari 720.862 ton pada 2013, 728.414 ton pada 2014, kemudian turun menjadi 593.331 ton pada 2015, dan naik menjadi 656.817 ton pada 2016, dan diprediksi mencapai 688.345 ton pada 2017. Namun ini masih jauh dari potensi yang bisa di raih Indonesia dengan luas aareal 1,7 juta ha yang seharusnya bisa mencapai produksi di atas 1 juta ton . Tapi komoditas kakao masih mampu menyumbang devisa hingga USD 1,05 miliar tahun lalu.
”Melihat data tersebut kami mendesak untuk adanya pembentukan BPDP-Kakao karena saat ini banyak tanaman milik masyarakat yang sudah tua dan produksinya rendah. Pemerintah jangan hanya peduli dengan kepentingan sawit saja, dan yang harus diingat bahwa kakao itu tanaman rakyat yang lebih dari 95 persen merupakan miliki masyarakat. Sehingga sangat membutuhkan dukungan bagi masyarakat,” pungkas Arief.(Smn).