Home Ekonomi Peritel: Daya Beli Lemah Itu Fakta Lapangan

Peritel: Daya Beli Lemah Itu Fakta Lapangan

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Pengusaha ritel mengeluhkan belum adanya langkah konkret dari pemerintah untuk memperbaiki daya beli masyarakat yang berdampak pada penurunan penjualan. Jika dibiarkan akan semakin banyak ritel yang berguguran.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia ( Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, data penurunan penjualan ritel dan pelemahan daya beli yang disampaikan ke publik beberapa waktu lalu merupakan fakta lapangan. “Kami tidak ingin bikin gaduh,” ujar Tutum di Jakarta, kemarin.

Saat ini, data penurunan penjualan ritel dan daya beli yang disampaikan Aprindo menuai pro dan kontra. Pemerintah hingga beberapa analisis bahkan menyanggah telah terjadi penurunan daya beli masyarakat.

Menurut Tutum, Aprindo sudah mengecek kondisi riil di lapangan pasca Lebaran lalu. Hasilnya sejumlah penjualan ritel memang mengalami penurunan. Terkait besaran penurunan penjualan ritel, Aprindo menuturkan untuk ritel makanan bisa terlihat dari penjualan di minimarket dan supermarket.

Ada yang masih bertahan namun ada juga yang penjualannya turun 5-10 persen. Sementara itu penjualan ritel pakaian ada yang turun 5 persen, 10 persen, bahkan 20 persen. Namun bila dirata-rata, penurunan penjualan ritel pakaian 5-15 persen.

Aprindo juga sudah mengumpulkan pemilik atau CEO industri ritel Indonesia untuk mengkonfirmasi laporan penurunan penjualan itu. Diakui Aprindo tidak semua pelaku usaha ritel penjualannya turun.

Dia juga mengaku sudah mengecek indikasi pergeseran pola belanja masyarakat dari konvensional ke online di luar jangkauan Aprindo. Namun setelah dicek ke industri pemasok produknya, Aprindo tak menemukan peningkatan produksi atau permintaan. Ia berharap agar kondisi mikro ekonomi ini juga menjadi perhatian pemerintah.

Ekonom PT Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, faktor lesunya sektor ritel dipengaruhi daya beli masyarakat yang turun, khususnya pekerja di sektor informal akibat dari ketidakpastian pendapatan pekerja. “Pekerja sebagai konsumen harus memilih konsumsi yang menjadi prioritas seperti kebutuhan makanan dan kebutuhan lain yang menjadi prioritas,” ujar Lana di Jakarta, akhir pekan lalu.

Oleh karena itu, lanjut Lana, masyarakat yang bekerja di sektor informal saat ini menghindari belanja untuk konsumsi rumah tangga di supermarket besar yang sifatnya untuk persediaan (stock), melainkan hanya membeli sesuai kebutuhan saja di minimarket-minimarket. Karena faktor lesunya daya beli masyarakat yang turun itu menyebabkan penjualan di sektor ritel terutama barang konsumsi seperti sandang mencatatkan penurunan.

“Masyarakat lebih menahan untuk belanja handphone baru dalam enam bulan terakhir, karena mereka merasa handphonenya masih dirasa cukup memenuhi, tapi untuk anggaran pulsa harus tetap ada,” (Rmo).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here