Matanurani, Jakarta – Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan bahwa pemerintah dan pengusaha memiliki kesamaan dalam hal pembiayaan menggunakan utang.
Pada acara acara Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Indonesia Economic Outlook 2022 hari ini, Suahasil menyampaikan bahwa dunia usaha membutuhkan utang untuk melakukan ekspansi. Khususnya, pada saat terjadi krisis seperti saat ini yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
“Saya bicara di depan teman-teman Hipmi, katanya pengusaha yang sehat itu pasti punya utang. Karena, utang itu memungkinkan pengusaha untuk ekspansi. Di pemerintahan juga sama,” tutur Suahasil pada acara tersebut, Selasa (25/1).
Kendati pandemi masih berlangsung, Suahasil menyampaikan bahwa tanda-tanda pemulihan sudah semakin terlihat. Permintaan masyarakat semakin meningkat, sehingga dunia usaha kini akan mulai mencari pembiayaan untuk melangsungkan kegiatan usaha.
Naiknya permintaan bisa juga dilihat dari fungsi intermediasi perbankan yang membaik di 2021. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan kredit perbankan tumbuh dari Rp5.481,56 triliun pada 2020, menjadi Rp5.768,58 triliun pada akhir 2021. Kredit perbankan tumbuh 5,2 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
OJK mencatat bahwa pertumbuhan positif kredit perbankan didorong oleh kredit konsumsi, UMKM, dan korporasi yang masing-masing tumbuh positif.
“Semoga [dunia usaha] sebentar lagi siap-siap untuk berutang ini. Karena, teman-teman pengusaha melihatnya bahwa asal ada permintaan, kita cari pembiayaan. Gitu kan,” ucap Suahasil.
Di sisi lain, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2021 mencapai 41 persen. Angka tersebut setara dengan target yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yaitu 41,05 persen terhadap PDB. Angka tersebut juga masih di bawah batas maksimal sesuai yang ditetapkan pada Undang-Undang (UU) No.17/2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60 persen terhadap PDB. Penarikan utang dilakukan untuk membiayai selisih antara penerimaan dan pendapatan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Apalagi, defisit semakin menanjak ketika keuangan negara dibutuhkan untuk mendanai penanganan pandemi Covid-19. Pada 2021, Kemenkeu mencatat defisit APBN sebesar 4,65 persen.
“Defisitnya harus dibiayai oleh utang. Bikin utangnya harus hati-hati, maka kita cari cara terus. Tentu, bikin utang adalah dengan ke pasar, tapi kita juga koneksi dengan Bank Indonesia. Bagaimana supaya pembiayaan utang cukup kredibel,” jelasnya. (Bis).