Matanurani, Jakarta — Sebagian pengamat menilai bantuan langsung tunai (BLT) untuk pekerja di sektor formal bergaji di bawah Rp5 juta tak mampu mengangkat daya beli masyarakat, terlebih untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman resesi.
Pengamat Ketenagakerjaan UGM Tadjuddin Nur Effendi menyebut kebijakan sarat diskriminasi ini tidak tepat sasaran. Pasalnya, penopang perekonomian RI adalah pekerja bergaji menengah dan pekerja informal yang tidak terdata.
“Penerima BLT yang 13 juta pekerja itu kan pekerja swasta yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan, gampang sekali itu melaksanakannya sudah ada nama dan alamat. Tapi, 60-70 persen pekerja kan di sektor informal,” katanya, Jumat (7/8).
Dari data penelitiannya, Tadjuddin mengungkapkan bahwa total pekerja Indonesia berkisar di angka 173 juta orang, baik informal mau pun formal. Dari total angkatan kerja tersebut, sekitar 20 persen di antaranya bekerja sebagai petani.
Sehingga, terdata hampir 140 jutaan pekerja yang bekerja di luar sektor pertanian dan hanya 30-40 persen bekerja di sektor formal. Sedangkan, yang akan dibantu oleh pemerintah hanya 13 juta pekerja saja.
“Dalam kondisi saat ini program hanya bisa mengungkit, tidak bisa mengangkat (daya beli). Dan ini hanya untuk golongan pekerja swasta menengah ke bawah,” ucapnya.
Ia menilai kebijakan yang diambil pemerintah ini ‘asal cepat’ saja. Sebab, untuk mendata ulang pekerja informal akan memakan waktu yang panjang.
Sementara pemerintah hanya memiliki dua bulan untuk menyelamatkan RI dari resesi. Namun, Tadjuddin menilai jika dilakukan terburu-buru, kebijakan yang tak matang ini hanya akan menghabiskan anggaran tanpa menimbulkan dampak berarti. Pasalnya, kebijakan hanya menyasar 10 persen dari total pekerja.
Dalam kalkulasi Tadjuddin, untuk dapat menyelamatkan negara dari resesi, pemerintah harus memberikan BLT kepada setidak 60 persen dari total angkatan kerja. Dengan belanja yang masif, baru lah pertumbuhan minus 5,32 persen pada kuartal lalu dapat dipulihkan.
“Kalau bisa bantu sekitar 60 persen sampai 70 persen dari angkatan kerja, daya beli baru bisa meningkat dan efektif mengangkat perekonomian. Itu baru kemungkinan resesi bisa diatasi,” terangnya. (Cen).