Matanurani, Jakarta — Pemerintah perlebar pintu investasi asing, dengan memangkas jumlah bidang usaha yang tertutup untuk investasi asing dari sebelumnya 20 menjadi hanya enam.
Hal itu tertuang dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Tujuannya, untuk mendorong investasi masuk ke dalam negeri sehingga mendorong perekonomian.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan aturan sebelumnya menyatakan ada 20 bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal seperti tercantum dalam Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
“Saya ingin sampaikan dalam Perpres 44 Tahun 2016 DNI (Daftar Negatif Investasi) itu pada lampiran satu daftar bidang usaha tertutup untuk penanaman modal di situ 22 bidang usaha, tapi sekarang sudah diturunkan tinggal enam,” ujarnya, dalam konferensi pers Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja dalam Kemudahan Berusaha, Rabu (24/2).
Enam bidang usaha dimaksud meliputi budi daya atau industri narkoba dan segala bentuk perjudian. Penutupan investasi pada dua bidang ini untuk menjaga masyarakat, khususnya generasi muda dari dampak negatif narkoba dan perjudian.
“Ini tidak boleh, sampai kapan pun tidak boleh, berbahaya sekali, generasi mudah kita bisa rusak kalau sampai ini jebol,” ucapnya.
Kemudian, penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam appendix, industri senjata kimia, dan industri bahan kimia perusak ozon. Sejalan dengan pembukaan sejumlah sektor usaha, pemerintah juga menghapus istilah DNI dari Perpres 10 Tahun 2021.
Sebagai gantinya, kata Bahlil, pemerintah mencantumkan daftar bidang usaha prioritas sebanyak 245 sektor.
“Nantinya akan kami berikan fasilitas tax holiday, tax allowance, dan investment allowance. Ini adalah bentuk kemudahan negara atau pemerintah dalam mendorong pelaku usaha untuk lebih produktif,” tuturnya.
Selain itu, pemerintah menambah daftar bidang usaha yang dialokasikan atau kemitraan dengan UMKM dari sebelumnya 145 sektor menjadi 163 sektor. Tujuannya, untuk mendorong UMKM naik kelas.
“Kalau ada dulu yang menyatakan UU Cipta Kerja ini tidak berpihak pada UMKM, ini adalah jawaban konkretnya. Waktu itu saya sempat berjanji bahwa kami akan mengawal dengan Kemenkop UKM agar uu ini betul-betul diberikan arahan yang komprehensif untuk memberikan penguatan pada UMKM, dan alhamdulillah atas restu presiden, beliau langsung tanda tangan untuk UMKM di-backup,” ucapnya.
Khusus untuk UMKM, pemerintah juga memberikan kemudahan lainnya. Salah satunya mengubah kriteria UMKM. Pertama, usaha mikro dari sebelumnya kurang dari Rp50 juta menjadi kurang dari Rp1 miliar.
Kedua, usaha kecil dari sebelumnya Rp50 juta-Rp500 juta menjadi Rp1 miliar- Rp5 miliar.
Ketiga, usaha menengah dari sebelumnya Rp500 juta-Rp10 miliar menjadi Rp5 miliar-Rp10 miliar. Keempat, usaha besar tetap, yakni lebih dari Rp10 miliar.
Selain itu, pemerintah juga memberikan pasar kepada UMKM yang bersumber dari K/L.
“Jadi, setiap pemerintah kabupaten, kota, provinsi, K/L, dan BUMN yang memang sumber anggaran dari negara itu wajib memprioritaskan 40 persen minimal untuk belanja kepada UMKM. Artinya, market sudah captive 40 persen dari belanja negara khusus untuk UMKM,” tuturnya.
Terakhir, pemerintah juga memangkas jumlah bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu dari sebelumnya 350 sektor menjadi 46 sektor.
“Kenapa? Supaya mereka bisa lebih bersaing dan berkompetitif. Kita tidak bisa lagi hanya bekerja pada ruang lingkup yang kecil. Sudah barang tentu kami perhatikan kaidah-kaidah kerja sama baik investasi asing.