
Matanurani, Jakarta – Pernyataan Presiden Prabowo Subianto tentang penghapusan kuota impor, sontak membuat masyarakat bingung dan khawatir akan banjirnya produk asing di Indonesia.
Hal ini, menurut Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah menjadi sebuah kewajaran. Apalagi para enteri di Kabinet Merah Putih (KP) tak piawai dalam menjelaskan maksud dari pernyataan Presiden Prabowo.
“Apa yang disampaikan presiden itu jangan melihatnya titik. Tapi, semuanya harus dilihat sebagai koma. Dan, tugas menteri itu menjabarkannya secara detail. Apa yang dimaksudkan presiden dan enggak harus nunggu lama. Sekarang semuanya bingung dan hanya bisa menduga-duga,” tutur Piter dikutip Senin (14/4).
Ia menyatakan, publik tentu tak bisa disalahkan, bila banyak yang keliru memaknai pernyataan presiden tentang penghapusan kuota impor.
Padahal, menurut dugaan Piter, Presiden Prabowo sebenarnya ingin menyederhanakan perizinan impor. Selama ini aturan terkait impor justru menjadi ladang ‘bisnis’ bagi para mafia.
“(Mafia impor) Ini yang sebenarnya isu lebih utamanya. Dan upaya kita, apa yang dimaksud dengan Presiden menghapuskan kuota impor, itu bukan berarti juga kita akan membuka pintu selebar-lebarnya tanpa lagi sama sekali aturan baik di dalam melakukan impor. Bukan,” tegasnya.
“Tetapi menggantikan perizinan impor yang biasanya itu diperdagangkan oleh mafia-mafia impor itu dengan sistem tarif, karena sekarang ini semuanya itu bermain tarif sekarang ini. Dengan bermain tarif ini, maka tetap kita membatasi impor,” lanjutnya.
Pembatasan impor ini, kata dia, memberi peluang bertambahnya uang masuk bagi pemerintah melalui penetapan tarif. Walau memang konsekuensinya dengan adanya tarif, maka barang impor bisa menjadi lebih mahal dan berdampak pada inflasi.
“Kalau dia (di sektor) pangan, bisa berdampak kepada kenaikan harga pangan yang ujung-ujungnya inflasi. Tapi sekali lagi kita masih menunggu pemerintah untuk menjabarkan lebih lanjut kebijakan yang akan diambil sebagai pengganti dari kebijakan menghapuskan kuota impor,” jelasnya.
Piter menyatakan, publik tidak bisa serta-merta menganggap bila kuota impor dihapus, maka artinya pintunya dibuka selebar-lebarnya.
“Penjaga pintunya itu diganti, tadinya rezimnya rezim perizinan kuota impor, siapa yang mau impor dikasih harus mendapatkan kuota, harus mendapatkan izin dari kementerian perdagangan, sekarang itu diganti, siapa saja boleh impor tapi bayar,” tandasnya. (Ini).