Home Nasional OJK Respons Temuan BPK soal Pungutan

OJK Respons Temuan BPK soal Pungutan

0
SHARE

Matanurani, Jakarta — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merespons temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengungkap 9 permasalahan terkait perencanaan dan penggunaan penerimaanpungutan. Sebagai organisasi yang baru dibentuk, OJK mengaku akan memperhatikan dan melaksanakan rekomendasi audit BPK untuk peningkatan good governance dalam administrasi dan pertanggungjawaban yang bersumber dari pungutan.

“Upaya perbaikan secara berkesinambungan tercermin dari predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk laporan keuangan OJK dalam 5 tahun terakhir,” tutur Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot merespons temuan BPK,  Rabu (29/5).

BPK menyebut sejumlah permasalahan. Antara lain, Rencana Kerja dan Anggaran Tahun 2016, 2017, dan 2018 yang disampaikan ke DPR dinilai tidak memiliki dasar perhitungan yang jelas dan akurat dan perbedaan pagu anggaran per bidang antara anggaran dalam Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) Rencana Kerja dan Anggaran menurut persetujuan DPR.

“Selain itu, keputusan Dewan Komisioner OJK menyewa gedung Wisma Mulia 1 dan 2, tetapi kemudian hanya memanfaatkan sebagian gedung Wisma Mulia 2 mengakibatkan pengeluaran uang untuk sewa gedung 1 dan sebagian gedung Wisma Mulia 2 menjadi tidak bermanfaat,” tulis BPK dalam laporan yang dipublikasikan Selasa (28/5).

Padahal, lanjut BPK, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK mengamanatkan OJK untuk menerima, mengelola, serta mengadministrasikan pungutan secara akuntabel dan mandiri.

Apalagi, pungutan merupakan satu-satunya sumber anggaran OJK sejak 2016 lalu yang digunakan untuk membiayai kegiatan operasional, administratif, pengadaan aset, dan kegiatan pendukung lainnya.

“Hasil pemeriksaan BPK menyimpulkan perencanaan dan penggunaan penerimaan pungutan tahun 2016-2018 telah dilaksanakan sesuai dengan UU OJK, serta ketentuan terkait, kecuali atas beberapa permasalahan. Kesimpulan itu didasarkan atas kelemahan yang terjadi, baik aspek pengendalian intern, ketidakpatuhan terhadap aturan, maupun aspek ekonomis, efisiensi, dan efektivitas (3E),” terang BPK.

Terkait kelemahan pengendalian intern, laporan itu merinci bahwa perencanaan kegiatan tidak memadai, SOP pun belum berjalan optimal, dan pelaksanaan kebijakan yang mengakibatkan peningkatan biaya dan penyimpangan terhadap peraturan tentang pendapatan dan belanja.

Kelemahan lainnya terkait kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, yakni penerimaan selain denda keterlambatan belum dipungut atau diterima dan barang yang dibeli belum/tidak dapat dimanfaatkan. Sebagai contoh, sewa gedung Wisma Mulia 1 dan pembelian tanah di Papua, Solo, dan Yogyakarta yang belum dimanfaatkan untuk menunjang operasional OJK.

Menanggapi hal tersebut, Sekar mengungkapkan OJK tengah menyusun ulang roadmappemenuhan gedung, mengingat sejak berdirinya lembaga ini tidak dilengkapi dengan sarana perkantoran milik sendiri. “Sehingga, untuk memiliki gedung harus menyesuaikan dengan anggaran OJK dan bersumber dari efisiensi pelaksanaan kegiatan OJK setiap tahunnya,” imbuh dia.

Sementara, terkait pemanfaatan aset tanah yang telah dibeli dalam periode 2016-2017, persiapan disebut telah dilakukan pada 2018. Selanjutnya, pembangunan Kantor OJK di Yogjakarta, Solo, Mataram, dan Papua akan dimulai pada Juni 2019. Diharapkan, selesai pada 2019 dan 2020.

Terkait pemenuhan gedung kantor pusat, sambung Sekar, OJK telah meneken MoU dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Ketua DK OJK untuk membangun Indonesia Financial Center sebagai kantor pusat OJK. Diharapkan proses persiapan pembangunan akan dilakukan dengan sistem design and build – turnkey mulai Juni 2019.

“OJK mendapat dukungan dari Gubernur DKI untuk proses perizinan dapat diprioritaskan untuk gedung dengan standar ramah lingkungan platinum. Dengan demikian, OJK.(Cen).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here