Matanurani, Jakarta – Masalah defisit yang dialami Badan Penyelenggara Jasa Kesehatan (BPJS) masih menjadi persoalan serius yang jadi sorotan. Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar menilai, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 113/ PMK.02 / 2018 tentang tata cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Program Jaminan Kesehatan Nasional adalah langkah positif pemerintah untuk mengatasi permasalahan defisit yang ada pada keuangan BPJS.
PMK tersebut bisa menjadi pintu masuk atau langkah awal bagi BPJS Kesehatan untuk pencairan dana talangan atau bailout untuk mengatasi defisit yang terjadi di keuangan BPJS Kesehatan saat ini. Tapi, dia menyayangkan, pemerintah tidak mencantumkan dana bailout yang bisa diajukan oleh BPJS dalam peraturan itu.
“Memang, idealnya PMK ini memuat angka bailout, tapi faktanya tidak. PMK ini hanya mengatur prosedur pencairan dan pelaporan. Nilai bailout yang disetujui Pemerintah tidak disebutkan sehingga memang menjadi pertanyaan publik,” ujar Timboel, Minggu (16/9).
Kabarnya, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 11 triliun, naik dari selisih kekurangan antara klaim dan pendapatan yang sebesar Rp 9,75 triliun akhir 2017 lalu.
Timboel menyebut, alpanya nilai bailout ini terkait dengan defisit BPJS yang terus berpotensi meningkat sampai akhir tahun 2018 ini. Selain itu Timboel juga menduga, bila nilai bailout disebut di PMK ini lalu di tiga bulan terakhir defisit semakin besar, maka pemerintah enggan untuk memberikan dana bailout lagi.
“Dengan PMK ini maka direksi bisa mengajukan bailout lebih dari sekali, tentunya dengan audit lanjutan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” kata Timboel.
Terakhir, dia mengharapkan agar para jajaran direksi di BPJS mampu dengan segera mengajukan dana bailout supaya sesegera mungkin bisa membayarkan utang-utang BPJS pada rumah sakit.
“Saya mendorong direksi BPJS segera saja mengajukan bailout berdasarkan prosedur yang ada di PMK,” tutupnya. (Ktn).