Matanurani, Jakarta – Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana bersama tiga pihak swasta ditetapkan sebagai tersangka kasus penyelewangan minyak goreng (Migor) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Ekonom menilai, penetapan tersebut bisa terjadi karena ada masalah pengawasan . “Kondisi ini dimanfaatkan para mafia untuk melanggar kewajiban DMO (Domestic Market Obligation). Artinya, yang salah bukan kebijakan DMO untuk penuhi pasokan didalam negeri tapi masalahnya di pengawasan,” kata Direktur of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira seperti dikutip dari mnc, Rabu (20/4).
Menurutnya, pasokan minyak goreng kemasan memang seharusnya aman ketika Harga Eceran Tertinggi (HET) dan DMO diterapkan. Buktinya stok minyak goreng hasil DMO per 14 Februari-8 Maret 2022 telah mencapai 573.890 ton, melebihi kebutuhan bulanan.
“Kalau terjadi kelangkaan maka jelas ada kongkalikong produsen dengan oknum kementerian,” ujar Bhima.
Dengan kejadian ini, lanjut Bhima, jika tidak diselesaikan dengan baik maka bisa bergeser ke suap minyak goreng curah.
“Apalagi minyak goreng curah rantai distribusinya lebih panjang dari kemasan. Butuh hingga 7 rantai distribusi dari produsen curah hingga ke pedagang di pasar tradisional,” paparnya.
Lebih lanjut Bhima mempertanyakan kepatuhan pengusaha minyak goreng dalam produksi maupun distribusi minyak curah. Kata dia, kalau bisa jual minyak goreng kemasan yang harga per liter nya Rp25.000 buat apa jual minyak curah. Alhasil kebijakan subsidi minyak goreng curah bisa berakibat kelangkaan, antrian panjang hingga suap menyuap baru.
Oleh karena itu, menurutnya jika perusahaan yang disebut Kejagung terbukti terlibat kasus suap, maka pemerintah bisa membekukan dulu izin operasi perusahaan minyak goreng. “Kalau bisa cabut izin ekspornya sebagai bagian dari proses penyidikan,” tegasnya.
Selain itu, pemerintah juga disarankan melakukan evaluasi terhadap HGU dua perusahaan tersebut, dan membuka opsi mengalihkan HGU. Hal ini untuk menimbulkan efek jera kepada mafia-mafia minyak goreng lain.
Langkah berikutnya adalah mendorong Kejagung mengusut jaringan pelaku lain. Karena menurut kaca matanya, tidak mungkin hanya dua perusahaan yang lakukan suap terkait perizinan ekspor minyak goreng.
Menurutnya masih ada pemain besar yang seharusnya juga ditangkap. “Pemain besar yang menguasai 70% lebih pasar minyak goreng harus dilakukan penyidikan,” pungkasnya. (Sin).