Matanurani, Jakarta – Jurnalistik atau pers masa kini diakui tengah berada dalam pusaran krisis karena berkembangnya berbagai platform media sosial. Bergesernya audiens dari pers atau jurnalistik sebagai sumber berita utama ke media sosial diakui menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh pers itu sendiri dengan terus mempertahankan kualitas.
Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Pers Hendry CH Bangun saat berbincang bersama Jurnalis Senior Media Indonesia Sabam Sinaga dalam program Journalist on Duty Media Indonesia melalui siaran langsung Instagram, Senin malam (29/6).
“Pada prinsipnya jurnalisme itu tidak pernah mati. Soalnya apakah kita mau merawatnya atau tidak. Dengan cara apa, ya kita harus memperbaiki diri dengan mempertahankan kualitas. Itu yang paling penting,” kata Hendri.
Dia ambil contoh di Eropa Utara sudah mulai terjadi pergeseran kembali ke media konvensional seperti Koran karena masyarakat sudah mulai jengah dengan banyak berita atau isu yang kebenarannya tidak bisa dipertanggungjawabkan yang beredar di media sosial.
“Jadi mereka sekarang jadi kembali berlangganan Koran karena mereka yakin ini dikelola dengan baik, sumber infomasinya bisa dipercaya daripada mereka dipusingkan dengan isu-isu yang tidak jelas kebenarananya,” lanjut Henry.
Diakui Hendy bahwa masyarakat saat ini memang mengalami pergeseran dalam mengonsumsi berita yang lebih cenderung mendapatkannya dari media sosial. Dari hasil penelitian Dewan Pers Tahun 2019 lalu kata dia, masyarakat saat ini mendapatkan informasi pertama-tama dari media siber/online, lalu dari Whatsup Group, ketiga instragram, keempat dari facebook dan twitter, dan kelima dari televisi dan keenam dari media cetak/Koran.
“Walaupun diakui juga oleh masyarakat bahwa mereka tetap melakukan pengecekan kebenarannya baik melalui media siber, maupun telvisi dan Koran. Jadi ini sebenarnya jadi peluang buat pers karena dianggap memberikan informasi yang betul-betul valid tidak seperti isu-isu yang berkembang begitu saja di media sosial,” kata Hendri.(Mei).