Home Internasional Negara Asia Hadapi Tantangan Berat, Mari: Perlu Kerja Sama Regional

Negara Asia Hadapi Tantangan Berat, Mari: Perlu Kerja Sama Regional

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Negara-negara di kawasan Asia, akan menghadapi tantangan yang lebih berat di 2020, seiring dengan kian melemahnya perekonomian global, sebagai dampak kian meningkatnya ketidakpastian akibat perang dagang Amerika Serikat-China.

Ketidakpastian ini telah membuat pertumbuhan perdagangan global turun sejak 2017, yaitu dari 4,6 persen menjadi 2,6 persen dan telah menekan arus investasi langsung, yaitu turun sekitar 72 peren. IMF telah menurunkan prediksi pertumbuhan dunia dari 3,3 persen menjadi tiga persen untuk 2019.

“Ketegangan dalam perdagangan global, telah mengganggu arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dan berdampak kepada aliran pasar keuangan dan modal, serta menyebabkan ketidakpastian dalam pelaksanaan kebijakan makro di berbagai negara, terutama di kawasan Asia,” kata Mari Elka Pangestu, direktur dan salah satu founder Indonesia Bureau of Economic Research (IBER) dalam simposium dengan tema Asia’s Trade and Economic Priorities 2020, dikutip dari keterangannya, Selasa (29/10).

Simposium Internasional “Asia’s Trade and Economic Priorities 2020” diselenggarakan atas kerja sama IBER dan Asia Bureau of Economic Research (ABER), dan didukung oleh Bank Indonesia Institute, ERIA (Economic Research Institute for ASEAN and Asia), Astra, Sinar Mas, dan Tenggara Strategics.

IBER adalah lembaga yang dibuat untuk memperkuat jaringan ekonom di Indonesia yang melakukan riset mengenai isu strategis dan dibentuk awalnya oleh 13 Perguruan Tinggi dan Lembaga Riset di Indonesia.

Lembaga ini didirikan pada Juni 2018, dengan Ketua Dewan Penasihat Prof. Dr. Boediono, Wakil Presiden RI 2009-2014, dan anggota Dewan Penasihat antara lain adalah Dr. Moh. Chatib Basri, Prof. Iwan Azis dan Prof. Emil Salim.

Simposium dibuka oleh Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan, terdapat sedikitnya tiga isu utama yang harus Indonesia dan negara-negara Asia lainnya hadapi: pelambatan ekonomi global, in-efektivitas kebijakan moneter yang bergantung pada suku bunga dan digitalisasi dan transformasi ekonomi dan finansial.

“Bank Indonesia, bekerja sama dengan pemerintah dan OJK( Otoritas Jasa Keuangan), sedang bekerja keras untuk mendorong lima area kebijakan yang menjadi prioritas kami,” kata Perry.

Perry menjelaskan lima prioritas tersebut: pertama, memastikan stabilitas dan ketahanan ekonomi; kedua, menemukan sumber baru pertumbuhan ekonomi dari sektor manufaktur, pariwisata, dan ekonomi digital; ketiga, melakukan reformasi-reformasi yang dibutuhkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur, mendorong investasi dan zona ekonomi khusus; keempat, terlibat dengan negara-negara lain untuk mempromosikan perdagangan yang lebih terbuka; kelima, memperkuat kerja sama regional dalam sektor finansial dan jaring keamanan finansial.

Dinamika perekonomian global, saat ini telah mempersulit negara Asia dalam menghadapi tantangan utama perekonomian mereka, yaitu pembangunan berkelanjutan, pengentasan kemiskinan, perbaikan lingkungan, pengelolaan perubahan iklim, menanggapi transformasi teknologi yang cepat, dan memperkuat sistem politik dan hukum.

Buruknya iklim perdagangan dunia, membuat integrasi pasar yang selama ini dibangun untuk menopang pertumbuhan mulai terpecah, dan ini berdampak negatif terhadap rantai pasok dan jaringan produksi di berbagai negara Asia.

Sebuah studi oleh konsultan Baker dan McKenzie terhadap perusahaan-perusahaan multinasional, menemukan bahwa hampir setengah dari 600 perusahaan yang disurvei membuat perubahan besar pada rantai pasokan mereka dan sekitar 12 persen di antaranya, sedang mempertimbangkan perubahan sistem rantai pasoknya secara total.

Situasi perdagangan juga telah mengancam integrasi pasar keuangan dan menekan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kualitas standar hidup. (Viv).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here