Matanurani, Jakarta – Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi atas pertumbuhan ekonomi global. Bahkan untuk 2023 mendatang, IMF memproyeksikan ekonomi dunia akan mendekati resesi.
Hal ini tertulis dalam ringkasan laporan IMF yang bertajuk World Economic Outlook: War Sets Bank The Global Recovery, Selasa (19/6)
Pada 2022, ekonomi dunia diperkirakan hanya mampu tumbuh 3,6% lebih dari yang sebelumnya diramal 3,8%. Untuk 2023, akan menjadi lebih buruk karena ekonomi diperkirakan hanya tumbuh 0,8%-0,2%
Buruknya ramalan tersebut disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina yang hingga kini belum ada tanda-tanda penyelesaian.
Padahal, kedua negara tersebut berperan besar pada perekonomian dunia, terutama dalam pasokan minyak dan gas bumi. Ini sekaligus memberikan pengaruh terhadap sederet harga komoditas internasional yang kini sudah melonjak. Perang juga berdampak pada kenaikan harga pangan internasional.
Situasi ini akhirnya turut mengerek inflasi di berbagai negara. IMF memperkirakan inflasi pada negara maju mencapai 5,7% dan 8,7% pada negara berkembang untuk 2022.
Negara maju dan berkembang dengan fiskal yang kuat, akan mampu memberikan subsidi atau bantalan untuk menjaga daya beli masyarakat. Akan tetapi, negara lain dengan fiskal terbatas tak mampu berbuat banyak.
Apalagi, ada sebagian negara kini sudah terjerat utang besar pada saat pandemi Covid-19. Dengan demikian, tidak ada ruang anggaran yang cukup untuk melunasi cicilan utang atau membantu masyarakat.
Kawasan Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Afrika Utara adalah sederet negara yang menjadi ‘tumbal’ dari perperangan tersebut. Begitu juga dengan Amerika Serikat (AS) yang terdampak kenaikan harga pangan dan minyak.
Adapun, lonjakan inflasi akan direspons oleh perubahan kebijakan moneter oleh negara maju. Contohnya Amerika Serikat (AS) yang kini sudah mulai menaikkan suku bunga acuan dan diperkirakan masih akan berlanjut hingga tahun depan.
Selain itu, guncangan pada pasar keuangan juga tidak bisa terelakkan. Negara berkembang akan tertekan karena aliran modal akan kabur menuju negara maju. Nilai tukar dimungkinkan terjadi pelemahan.
IMF pun menyarankan agar pemerintah negara manapun berhati-hati dalam pengambilan kebijakan dalam kondisi sekarang. (Cnb).