Home News Bergantung Bahan Baku Impor, Daya Saing RI Rendah

Bergantung Bahan Baku Impor, Daya Saing RI Rendah

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Kebergantungan industri manufaktur nasional terhadap bahan baku impor dinilai masih besar sekali, seperti industri tekstil, mesin dan alat berat, plastik, serta kapal laut. Hal inilah yang antara lain memicu defisit perdagangan maupun defisit transaksi berjalan yang kini mencapai 1,7 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Dampak lain akibat kebergantungan bahan baku impor tersebut adalah sensitivitas fluktuasi kurs rupiah yang akan langsung memengaruhi biaya produksi manufaktur domestik. Akibatnya, daya saing produk Indonesia di pasar internasional menjadi rendah.

“Ironisnya, sebagian besar produk manufaktur yang komponen bahan bakunya berasal dari impor justru untuk konsumsi domestik,” kata ekonom Indef, Bhima Yudhistira, di Jakarta, Senin (19/2). Hal itu, lanjut dia, dibuktikan dengan tingginya porsi ekspor komoditas mentah dan olahan primer, hingga mencapai 70 persen.

Saat ini, dari total ekspor nonmigas, porsi barang jadi khususnya olahan sekunder dan tersier relatif masih kecil. “Kita terlambat membangun industri produsen bahan baku untuk substitusi impor. Guna mengejar ketertinggalan tersebut, sebaiknya arah dari insentif fiskal dan infrastruktur industri diarahkan untuk memperbesar skala produksi industri substitusi impor,” papar Bhima.

Selain itu, lanjut dia, aturan mengenai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) proyek pemerintah, khususnya infrastruktur harus lebih ketat. “Sebaiknya pemerintah membuat batasan, misalnya, 70 persen komponen infrastruktur dari 245 PSN (Proyek Strategis Nasional) harus menggunakan bahan baku dalam negeri,” tukas Bhima.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor bahan baku/ penolong sepanjang Januari 2018 mencapai 11,28 miliar dollar AS, atau meningkat 2,34 persen dari bulan sebelumnya. Sementara itu, impor barang modal dan konsumsi justru turun. Nilai impor bahan baku tersebut berkontribusi sebesar 74,58 persen terhadap total impor nonmigas Indonesia yang mencapai 15,13 miliar dollar AS.

Namun, meningkatnya impor bahan baku itu belum diikuti dengan kenaikan nilai ekspor nonmigas. Bahkan, nilai ekspor nonmigas Indonesia pada bulan pertama tahun ini justru turun 1,45 persen dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 13,17 miliar dollar AS.

Terkait dengan daya saing, Indonesia for Global Justice (IGJ) mengungkapkan akibat rendahnya daya saing, Indonesia terus menghadapi fenomena deindustrialisasi, seiring kontribusi industri manufaktur yang terus menurun terhadap PDB. Hal ini sekaligus menunjukkan belum optimalnya sumber daya yang dimiliki untuk proses penciptaan nilai tambah industri dan perluasan lapangan kerja.

Dalam periode hampir 15 tahun (2001–2015), jika dibandingkan dengan sektor pertanian, kontribusi sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja menurun 11 persen, dari 44 persen ke 33 persen. Namun, angka tersebut masih lebih besar dibandingkan sektor industri karena dalam periode sama penyerapan tenaga kerjanya hanya meningkat 1 persen, yaitu dari 13 persen ke 14 persen.

Pergeseran kontribusi sektor pertanian oleh sektor industri tidak disertai pergeseran penyerapan kerja yang sepadan dan hal tersebut menimbulkan banyak persoalan pembangunan. (Koj).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here