Matanurani, Jakarta – Politik dinasti kerap muncul di sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat yang disebut-sebut sudah mapan berdemokrasi. Perluasan jaringan kekuasaan melalui keluarga atau kerabat ini masih wajar apabila mengikuti aturan yang berlaku atau tanpa melanggar aturan.
“Yang namanya politik dinasti tidak hanya terjadi di Indonesia, Malaysia hingga Amerika pun demikian. Yang menjadi catatan adalah politik dinasti ini tetap sesuai aturan yang ada atau tidak,” kata Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia Angel Damayanti dalam webinar bertajuk Pilkada Serentak 2020: Pesta Dinasti Politik, Kamis (30/7).
Menurut dia, pemilihan kepala daerah atau pilkada merupakan bagian atau salah satu proses demokrasi. Ajang ini mesti berlangsung dengan menjunjung nilai-nilai kesetaraan seluruh warga negara.Pilkada serentak yang telah berlangsung beberapa kali menyerap budaya lokal termasuk paternalistik dan politik turun -temurun.
Seluruhnya mesti dipastikan tidak melanggar asas demokrasi dan ketentuan yang berlaku. Begitu pula, kata Angel, kandidat yang muncul di pilkada dengan memiliki jaringan keluarga dengan pemilik kekuasaan tertentu mesti taat asas demokrasi dan hukum.
Bila itu terjadi maka politik dinasti masih bersifat wajar dan terhindar dari pelanggaran demokrasi.”Kemudian mengikuti aturan dan tidak melanggar dan bila taat maka politik dinasti masih sesuatu yang wajar,” ujarnya.Kemudian rekam jejak kandidatnya, lanjut dia, mesti bersih dan diterima rakyat.
“Yang terpenting ketika terdapat fenomena atau kemunculan kandidat yang memiliki kekerabatan itu adalah pemahaman demokrasi dan politik yang baik supaya dapat menunaikan haknya dengan tepat,” paparnya.Lebih lanjut, Angel menegaskan, kekuasaan dalam bentuk apapaun dapat disalahgunakan.
“Oleh sebab itu pengawasan terhadap jalannya kekuasaan atau pemerintahan perlu dilakukan secara ketat. Kemudian dalam pelaksanaan pilkada tidak boleh ada campur tangan kekuatan kekuasaan,” pungkasnya. (Mei)