Home News Agar Putusan Tak Dicurigai, Hakim MK Harus Bebas dari Hubungan Darah dan...

Agar Putusan Tak Dicurigai, Hakim MK Harus Bebas dari Hubungan Darah dan Keluarga dengan Presiden dan DPR

0
SHARE

Matanurani, Jakarta -Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga peradilan yang berkaitan dengan politik dan putusan politik sehingga tidak bisa terlepas dari kepentingan. Meski begitu, sepatutnya hakim konstitusi harus betul-betul bebas dari hal itu.

Demikian pendapat pakar hukum tata negara Universitas Jambi, Arfa’i yang merespons permohonan pengujian Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang diajukan pengacara dari Lebak, Mochamad Adhi Tiawarman. Diketahui Adhi meminta MK menguji syarat hakim konstitusi di dalam UU MK.

Adhi dalam permohonannya meminta MK menambahkan norma Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.

Hakim MK diminta oleh pemohon pengujian undang-undang ini untuk menambah syarat menjadi hakim konstitusi, yaitu hakim konstitusi dilarang terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau anggota DPR

“Hakim MK yang berasal dan diseleksi oleh lembaga yang orang-orangnya berasal dari politik, sehingga menjadi tidak ada remnya ketika beririsan dengan hubungan saudara, misalnya hakim yang berasal dari DPR dan dari Presiden,” kata Arfa’i dalam keterangannya, Rabu (27/9).

Arfa’i juga berpendapat, hakim MK menjadi tidak bisa terlepas dari konflik kepentingan. Sebab yang diadili oleh MK adalah proses dan putusan politik yang tidak terlepas dari kepentingan, baik dalam konteks kepentingan pribadi, lembaga ataupun bisnis atau pengusaha dalam objek perkara tertentu.

Hanya saja bentuknya ada dua, pertama bisa saja secara nyata secara langsung saling mempengaruhi. Kedua,secara nyata secara tidak langsung yakni melalui orang lain saling mempengaruhi.

“Pada konteks lainnya bisa juga terjadi tidak secara nyata mempengaruhi namun dicurigai saling mempengaruhi,” kata Arfa’i.

Oleh karena itu, kata Arfa’i, maka seorang hakim tidak boleh aktivitasnya atau putusannya di dalam masyarakat muncul bahasa dicurigai atau diragukan.

Singkatnya, tegas Arfa’i, perlu diatur sebagai syarat hakim MK agar setiap proses persidangan dan putusannya tidak dicurigai atau diragukan di mata masyarakat.

“MK sebagai lembaga yudikatif, hal utama yang harus dimiliki adalah bisa dipercaya masyarakat secara penuh. Artinya tidak membuat keraguan dalam masyarakat,” kata Arfa’i. (Rmo).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here