Matanurani, Jakarta – Beberapa waktu lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis peraturan terkait penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis teknologi atau securities crowdfunding (SCF). Dalam perkembangannya, Otoritas Jasa Keuangan mengakui dengan adanya SCF ini faktanya mampu membantu para UMKM untuk tetap survive meski pandemi Covid-19 melanda.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen menyebutkan pada awalnya kegiatan fintech crowdfunding ini diatur dalam POJK Nomor 37 tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi atau sering disebut Equity Crowdfunding/ECF.
“Namun setelah kami evaluasi, kegiatan ECF ini ternyata masih memiliki banyak keterbatasan. Diantaranya jenis pelaku usaha harus berbadan hukum PT dan jenis Efek yang dapat ditawarkan hanya berupa saham,” tuturnya pada saat Webinar Securities Crowdfunding-Alternatif Pendanaan UMKM di Jakarta, Selasa (8/6).
Lebih lanjut Hoesen menyampaikan sampai akhir Desember 2020 lalu, jumlah penerbit/ pelaku UMKM yang memanfaatkan Equity Crowd Funding (ECF) dari 4 penyelenggara, baru mencapai 129 Penerbit (perusahaan) dengan jumlah dana yang dihimpun mencapai Rp191,2 miliar.
“Jika dibandingkan dengan total jumlah UMKM yang ada di Indonesia berdasarkan data yang didapat oleh Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2018 telah mencapai 64 juta pelaku usaha, Maka jumlah penerbit ECF tersebut masih terbilang sangat sedikit,” ucapnya.
Oleh karena itu, tambahnya, berkaca dari evaluasi yang telah dilakukan, khususnya terkait dukungan OJK terhadap UMKM. Maka OJK pada akhirnya memutuskan untuk mencabut POJK Nomor 37 tahun 2018 dan menggantinya dengan POJK Nomor 57 tahun 2020.
“Perubahan ketentuan ini bertujuan untuk memperluas jenis pelaku usaha yang dapat terlibat, dari sebelumnya hanya berbadan hukum PT, sekarang meliputi juga badan usaha seperti CV, Firma, dan Koperasi. Selain itu POJK 57 tersebut juga memperluas jenis Efek yang dapat ditawarkan, dari sebelumnya hanya berupa saham, sekarang diperluas menjadi Efek berupa Obligasi dan Sukuk,” paparnya.
Di samping memberikan kemudahan dari sisi penerbit (UMKM), kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan kesempatan luas bagi para investor ritel. Khususnya yang berdomisili di daerah kedudukan UMKM yang menerbitkan SCF untuk turut berkontribusi untuk pengembangan ekonomi di daerahnya masing-masing.
“Pasca diterbitkannya POJK Nomor 57 tahun 2020, hingga 31 Mei 2021 kemarin, total penyelenggara sudah bertambah menjadi 5. Di samping itu, jumlah penerbit/pelaku UMKM yang memanfaatkan Equity Crowd Funding (ECF) juga mengalami pertumbuhan sebesar 17,05% (ytd) menjadi 151 penerbit,” ucapnya.
Sedangkan jumlah dana yang berhasil dihimpun, lanjutnya, juga mengalami peningkatan sebesar 43,02% (ytd) menjadi sebesar Rp273,47 miliar. Dari sisi pemodal juga mengalami pertumbuhan sebesar 49,06% (ytd), dari sebelumnya per 31 Desember 2020 hanya berjumlah 22.341, menjadi sebanyak 33.302 investor.(Aku).