Home Opini Ekonomi Agraria Prabowo

Ekonomi Agraria Prabowo

0
SHARE

 

Oleh : Usep Setiawan, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden

APAKAH refleksi terpenting bangsa Indonesia ketika 24 September 2024 merayakan Hari Tani Nasional (HTN) yang juga dikenal sebagai Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (Hantaru)?

HTN yang ditetapkan Bung Karno untuk mengenang lahirnya UU No.5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, biasanya dirayakan kalangan gerakan sosial di bidang pertanian dan agraria.

Sementara itu, Hantaru dirayakan Kementerian ATR/BPN dengan berbagai kegiatan.

Refleksi HTN dan Hantaru 2024 penting dilakukan, mengingat waktunya kurang dari sebulan jelang pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden RI (20 Oktober 2024). Salah satu agenda strategis nasional yang penting direnungkan adalah reforma agraria yang telah dijalankan pemerintahan Joko Widodo (2014—2024) dengan segala plus – minusnya.

Dari refleksi itu, kita dapat menyusun proyeksi reforma agraria di era Prabowo (2024—2029).

Salah satu perspektif yang penting diperhatikan dari konsepsi dan praktik reforma agraria adalah perspektif ekonomi. Konsep reforma agraria yang multi-dimensi pada akhirnya akan berujung pada perbaikan kesejahteraan hidup rakyat sebagai subjek penerima manfaat dari reforma agraria.

Kesejahteraan adalah kata kunci dari muara akhir semua model pembangunan yang dilakukan suatu bangsa dan negara. Terpenuhinya kebutuhan hidup rakyat dalam dimensi lahir-batin menjadi indikator kuali tatif dan kuantitatif dari reforma agraria.

Konsep reforma agraria dalam konteks perencanaan pembangunan ekonomi nasional di era Jokowi disusun dalam kerangka penanggulangan kemiskinan yang dihadapi sebagian rakyat Indonesia. Di era Presiden Jokowi, konsep ini tertuang dalam RPJMN 2015—2019 dan RPJMN 2020—2024, serta RKP setiap tahun sejak 2017 hingga 2024.

Selain itu, konsep dan strategi operasionalnya tertuang dalam Perpres No. 86/2018 tentang Reforma Agraria yang direvisi dengan Perpres No. 62/2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria. Regulasi yang disiapkan pemerintah Jokowi bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam reforma agraria terbilang lengkap.

Di era Prabowo, hal ini hendaknya diperkuat agar pelaksanaan reforma agraria dapat ber-jalan lebih cepat dan tepat dalam mewujudkan keadilan agraria yang tecermin dari meningkatnya kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di lapangan.

Regulasi bagi reforma agraria perlu diperkuat dengan disusunnya RUU ten-tang Reforma Agraria yang disusun Presiden bersama DPR. Dengan dukungan politik yang kuat dari DPR, maka pelaksanaan reforma agra-ria akan lebih efektif untuk dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam konteks reforma agraria sebagai agenda eko-nomi, secara teoretis bisa dilihat dari tiga kerangka konseptual yang berbeda, yakni mazhab kapitalis, sosialis, dan neo-populis. Reforma agraria dapat ditempatkan sebagai program ekonomi negara dalam kacamata penopang sistem ekonomi liberal dengan mazhab kapitalis. Pembangunan ekonomi yang mengutamakan investasi ber modal besar.

Mazhab ini me menempatkan tanah sebagai komoditas yang dikuasai dan dimiliki secara monopolistik oleh pemilik modal besar melalui korporasi.

Rakyat banyak ditempatkan sebagai tenaga kerja (buruh) yang be kerja di atas tanah. Konsep kepemilikan tanah mengutamakan golongan kaya. Sementara itu, si miskin hanya menjadi buruh di atas tanah milik si kaya.

Mazhab berikutnya yang ber hadapan dengan sistem ekononi liberal-kapitalistik adalah mazhab sosialis. Dalam perspektif ini, reforma agraria ditempatkan sebagai program strategis negara untuk memeratakan penguasaan dan pemilikan tanah kepada sebanyak mungkin rakyatnya.

Pemerataan tanah dari pemilikan pribadi dan/atau badan usaha yang sebelumnya dikuasai secara liberal-kapitalistik menjadi agenda kunci dari reforma agraria model sosialis. Makin merata pemilikan dan penguasaan tanah, maka makin adillah kondisi agraria di negara tersebut.

Tingkat kesejahteraan rakyat pun diharapkan menjadi relatif lebih baik dari sebelumnya.

Sedangkan mazhab neopopulis adalah jalan ketiga dari konsepsi reforma agraria yang sejak 24 September 1960 coba diterapkan di Indonesia melalui UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang akrab disebut UUPA. Prinsip keadilan dalam penguasaan dan pemilikan tanah menjadi pilar utama sistem ekonomi neo-populis yang dikandung UUPA.

Pengakuan terhadap penguasaan negara atas tanah dan kekayaan alam yang merujuk Pasal 33 Ayat 3 dari UUD 1945 yang dipantulkan dalam kewenangan pemerintah menerbitkan hak-hak atas tanah di lapangan agraria. Di sisi lain, UUPA mengakui hak milik individual atas tanah. Rakyat adalah pemilik tanah.

Menurut almarhum Gunawan Wiradi (tokoh pemikir reforma agraria dari IPB), mazhab neo-populis adalah sintesis yang berhasil dirumuskan pendiri RI dalam UUPA.Kita menyaksikan konsep reforma agraria yang dijalankan di era Jokowi mesti bertarung dengan pelaksanaan model pembangunan yang liberal-kapitalistik, sehingga pelaksanaan reforma agraria tersendat-sendat dan mengalami distorsi substansial dalam prakteknya.

Di era Prabowo, hal ini perlu dikoreksi secara mendasar. Reforma agraria harus diletakkan sebagai agenda neo-populis dalam pem bangunan ekonomi yang esensinya Pancasilais, yakni mewujudkan: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Publik berharap, pembangunan nasional menuju Indonesia Emas di era Prabowo (2024 —2029) lebih berkeadilan sosial, mensejahterakan, dan meningkatkan kemampuan kolektif rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Petani se bagai komponen mayoritas rakyat Indonesia harus meneri-ma manfaat paling banyak dari reforma agraria. Selamat Hari Tani Nasional 2024.

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here