Matanurani, Jakarta – Perang Rusia-Ukraina telah melambungkan harga komoditas di pasar global. Lonjakan harga tersebut diyakini akan merembes ke produk-produk yang diimpor Indonesia sehingga mendongkrak inflasi.
Laporan terbaru Morgan Stanley yang berjudul When Geopolitics and Inflation Mix – a 1970s Throwback? menunjukkan ada tiga komoditas yang bisa membuat inflasi Indonesia terbang karena terimbas konflik Rusia-Ukraina. Komoditas tersebut adalah energi, pertanian, serta tambang.
Deyi Tan, ekonomis Morgan Stanley, mengatakan kenaikan harga energi tidak hanya berimbas pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tetapi juga barang-barang yang diproduksi dengan menggunakan energi dalam jumlah besar seperti logam dan pupuk.
Perang Rusia-Ukraina juga mendongkrak harga komoditas pertambangan yang dibeli produsen dalam negeri seperti paladium, aluminium, hingga bijih besi. Inflasi terkait produk pertanian dikhawatirkan akan meningkat karena banyak bahan pangan yang diimpor seperti gandum, dan jagung. Kenaikan harga bahan pangan juga disebabkan persoalan pasokan dan gangguan logistik.
Kenaikan harga komoditas tersebut akan diteruskan ke produk manufaktur turunannya, termasuk peralatan transportasi. Untuk Indonesia, menurut Morgan Stanley, kenaikan harga pangan dunia dan energi akan berdampak besar terhadap produk makanan dan minuman non-alkohol, jasa makanan, serta transportasi.
“Komoditas pangan dan energi adalah salah satu penentu inflasi,” tutur Deyi Tan, Ekonom Morgan Stanley dalam laporannya.
Hitungan Morgan Stanley menunjukkan komoditas pangan dan energi berkontribusi 9-40% terhadap inflasi di wilayah Singapura, India, Malaysia, Filipina, China, Thailand, Korea, Indonesia, Taiwan, dan Hong Kong. Di antara negara tersebut, Filipina dan Thailand diperkirakan akan paling terdampak terhadap kenaikan harga bahan pangan dan energi.
“Kita menghitung bahwa setiap 10% kenaikan harga pangan dan energi akan meningkatkan inflasi 0,9-4 poin persentase,” ujarnya. (Cnb).