Matanurani, Jakarta – Revolusi Industri ke-4 telah menciptakan berbagai model bisnis baru yang semakin inovatif. Hal ini dipastikan berdampak pada semua aspek kehidupan manusia dan menentukan perkembangan secara global.
Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Intan Ahmad, mengatakan hal tersebut dalam orasi ilmiahnya berjudul “Memperkuat Daya Saing Bangsa melalui Riset, Inovasi dan Kewirausahaan dalam Menyongsong Revolusi Industri ke-4” pada acara Wisuda Universitas Pancasila, di Jakarta, Selasa (3/10).
Ia mengatakan, pada abad ke-21 saat ini adalah era yang serba terbuka dan terintegrasi sudah memasuki era Internet of Things, nirkabel atau memperluas manfaat dari konektivitas internet yang tersambung secara terus menerus secara otomatis tanpa mengenal jarak. “Dunia pendidikan menghadapi perkembangan tantangan baru yang dikenal dengan revolusi industri ke-4,” ujarnya.
Ia menjelaskan revolusi industri pertama (1784) tonggak dimulainya produk-produk baru dengan bantuan mesin bertenaga air dan uap. Revolusi ke-2 ditandai dengan produksi massal dengan pemanfaatan energi listrik. Seperti assembly line, sistem ban berjalan yang dioperasikan oleh Henry Ford pada tahun 1870.
Selanjutnya revolusi industri ke-3 (1969) tercipta programmable logic berbasis teknologi informasi, di mana proses produksi menjadi semakin canggih dan otomatis. Saat ini, lanjut dia, revolusi industri ke-4 adalah eranya ubiquitous, mobile supercomputing, intelligent robot, selfdriving cars, neuro-tecnological brain enhancement. Para pakar, kata Intan Ahmad, menyebut revolusi ini telah menciptakan berbagai model bisnis baru yang mampu mengubah bisnis lama.
Misalnya, memesan taksi, membeli tiket pesawat terbang, membeli produk, memesan kamar hotel semuanya bisa dilakukan dengan online atau daring melalui telepon genggam yang kita miliki. Untuk itu, tambahnya, perguruan tinggi dituntut kesanggupannya dalam memproduksi SDM terdidik yang berkualitas, terampil dan dinamis serta menjadi pelajar yang mampu belajar dan mengejar hal-hal yang baru.
Harus Beradaptasi
Sementara itu, Rektor Universitas Pancasila, Wahono Sumaryono, mengatakan revolusi digital yang saat ini sedang terjadi menuntut perguruan tinggi untuk dapat beradaptasi dengan dunia baru dan mempersiapkan lulusannya untuk bersaing secara global. Ia mengatakan berdasarkan World Economic Forum (WEF) revolusi digital merupakan sinergi antara dunia nyata dan maya serta mengintegrasikan dunia maya berbasis internet dengan dunia industri dan sosial.
Rektor mengatakan Universitas Pancasila dengan jumlah lulusan yang telah mencapai 1.565 orang ini diharapkan selain berkarakter Pancasila juga menguasai teknologi sehingga dapat bersaing dengan dunia internasional tanpa meninggalkan jatidiri sebagai bangsa Indonesia. Wahono mengatakan sebagai universitas yang menyandang nama besar dasar negara, ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila maka dilakukan pembangunan karakter bangsa melalui mata kuliah Pancasila dan Filsafat Pancasila dalam kurikulum.
Hal itu dimaksudkan agar seluruh lulusan memiliki semangat jiwa kepribadian dan budaya Pancasila yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Sementara itu, Ketua Pembina Yayasan Universitas Pancasila, Siswono Yudo Husudo, berharap agar lulusan tidak mudah putus asa sewaktu mengalami kegagalan. Bedanya orang sukses dan gagal adalah sikapnya dalam menghadapi suatu kegagalan. “Orang sukses setiap kali gagal akan memetik sebuah pelajaran lalu maju kembali,” jelasnya. (Koj)