Home News Gula Impor Bebas Dijualbelikan, Produksi Nasional Dibatasi

Gula Impor Bebas Dijualbelikan, Produksi Nasional Dibatasi

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Sejumlah kalangan mempertanyakan nota kesepahaman tentang pendistribusian gula antara Perum Bulog dan distributor gula Indonesia yang kental aroma diskriminasi dan pemaksaan secara halus. Sebab, implikasi dari poin-poin kesepakatan itu mengisyaratkan bahwa pedagang atau distributor diwajibkan membeli gula dari Bulog, sebagai syarat untuk bisa menjual gula curah di pasaran.

Selanjutnya, distributor juga wajib melaporkan realisasi pembelian, penjualan, dan stok yang ada kepada Kementerian Perdagangan.

Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen, mengungkapkan isi nota kesepahaman itu sama saja membebaskan penjualan gula impor stok Bulog, tapi membatasi perdagangan gula hasil produksi pabrik gula swasta nasional.

“Kenapa gula impor bebas diperdagangkan, sedangkan gula produksi nasional dibatasi perdagangannya. Itu yang terutama kami pertanyakan,” tandas dia, Selasa (3/10).

Seperti dikabarkan, Perum Bulog dan distributor gula Indonesia menjalin nota kesepahaman tentang pendistribusian gula. Nota kesepahaman ditandatangani di Kementerian Perdagangan, Senin (2/10). Dalam ruang lingkup nota kesepahaman poin 2 menyebutkan, distributor bersedia dan sanggup membeli stok gula Bulog sebanyak 400 ribu ton dengan harga yang disepakati kedua pihak.

Lalu, poin 3 menambahkan, selain stok gula Bulog, distributor juga sanggup membeli stok Bulog hasil offtaker gula petani dan gula PTPN/ RNI dengan harga sesuai kesepakatan.

Kemudian, poin 5 menyebutkan dengan pembelian gula oleh distributor dari Bulog maka distributor dapat melakukan penjualan gula curah ke pasaran. Selanjutnya dalam poin 7, Bulog dan distributor wajib melaporkan realisasi pelaksanaan, meliputi pembelian, penjualan dan stok yang dikuasai, setiap bulan kepada Kementerian Perdagangan.

Soemitro juga menduga terjadi praktik kartel dalam jual beli gula yang dilakukan Bulog. Ini terkait dengan nota kesepahaman Bulog dan distributor mengenai penjualan gula eks impor tersebut.

Sekjen APTRI, Nur Khabsyin, menilai kesepakatan antara Bulog dan pedagang gula itu sangat anomali. Sebab, pedagang sanggup membeli gula Bulog dengan harga 11.000 rupiah per kilogram (kg), sementara Bulog membeli gula dari petani dengan harga 9.700 rupiah per kg.

Dalam hal ini tentu petani tebu sebagai pihak yang paling dirugikan karena gula petani dipaksa jual murah kepada Bulog. Menurut Nur, semestinya pedagang bisa membeli gula langsung dari petani dengan harga 11.000 rupiah per kg.

“Kenapa pedagang dilarang membeli langsung gula dari petani, kenapa harus melalui Bulog.

Kami nyatakan ini ada perburuan rente. Kerugian petani 1.300 rupiah per kg. Ini kebijakan yang menindas petani,” tegas dia. Sebelumnya, APTRI juga melaporkan dugaan monopoli Perum Bulog di bidang jual beli gula ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Praktik monopoli penjualan gula pasir dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.(Koj).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here