Matanurani, Jakarta – Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang saat ini dikebut dinilai tidak mendesak untuk dilakukan. Sebab, ada masalah lain yang lebih penting untuk diurus oleh pemerintah, seperti pemulihan ekonomi dan pengentasan kemiskinan yang melonjak akibat pandemi covid.
Hal ini disampaikan oleh Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Fadhil Hasan saat hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang dilaksanakan oleh Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN DPR RI.
“Tidak ada argumen kuat dan mendesak untuk memindahkan ibu kota negara sekarang ini. Yang lebih mendesak dan prioritas, di tengah keterbatasan anggaran adalah memanfaatkannya untuk agenda pembangunan yang lebih strategis dan prioritas yakni pemulihan ekonomi, penanganan kesehatan, pengembangan SDM, transformasi ekonomi, pemerataan pembangunan infrastruktur yang produktif, dan pengembangan daya saing produk nasional,” ujarnya, Kamis (9/12).
Lanjutnya, jika pertumbuhan ekonomi sudah lebih baik, pandemi Covid-19 tidak kembali melonjak dan pembangunan infrastruktur sudah merata, serta kualitas SDM nya juga membaik maka, saat itulah pemerintah bisa menyusun rencana besar lainnya. “Kalau itu sudah membaik semua di situlah pemindahan ibu kota dapat dipertimbangkan,” kata dia.
Selain itu, ia menilai bahwa alasan yang dibuat pemerintah untuk memindahkan IKN tidak begitu kuat. Pertama, pemerintah beralasan Jakarta sudah tidak memiliki daya tampung (over carrying capacity) dalam hal kepadatan penduduk, polusi, ketersediaan air, lalu lintas, sehingga sudah tidak layak lagi sebagai sebuah ibu kota negara.
Kedua, pemerintah mengatakan akan membangun ibu kota yang lebih aman dan memiliki keamanan resiko terhadap bencana alam seperti gempa bumi, banjir, dan sebagainya.
Ketiga, alasan pemerintah lainnya adalah ingin meratakan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa. Sehingga IKN baru bisa dijadikan sebagai model pembangunan yang Indonesia sentris.
“Namun semua argumen tersebut sebenarnya tidak cukup kuat. Untuk yang pertama, terkesan pemerintah ingin menghindari upaya mengatasi persoalan yang dihadapi Jakarta, dan jika pindah pun belum tentu persoalan Jakarta akan terselesaikan,” jelas Hasan.
“Kedua, jika alasannya adalah pemerataan pembangunan, sebenarnya sejak tahun 2001 pemerintah memiliki kebijakan dan instrumen seperti otonomi dan desentralisasi fiskal melalui Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus yang bertujuan untuk akselerasi pemerataan pembangunan Jawa dan luar Jawa,” imbuhnya.
Kemudian, untuk anggaran juga dinilai sulit diwujudkan, terutama yang mengharapkan dari partisipasi swasta. Sebab, partisipasi swasta bisa terealisasi jika kondisi perekonomian dalam keadaan baik dengan tren yang meningkat dan kondisi iklim investasi kondusif.
“Namun kedua hal itu sekarang ini belum nampak bahkan kini ekonomi masih dalam taraf awal pemulihan, itu pun jika penanganan pandemi covid-19 berjalan baik. Iklim investasi pun belum membaik walaupun UU Cipta Kerja dan produk turunannya sudah dibuat. Jadi kesimpulannya tidak ada argumen kuat dan mendesak untuk memindahkan ibu kota negara sekarang ini,” pungkasnya.(Cnb).