Home News Petani Kritik Pernyataan Erick Thohir soal Mafia Bibit di Sektor Pertanian

Petani Kritik Pernyataan Erick Thohir soal Mafia Bibit di Sektor Pertanian

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mengkritisi pernyataan Menteri BUMN Erick Thohir soal mafia bibit di sektor pertanian.

Menurut HKTI, sebaiknya Erick ‘ngobrol’ dulu dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebelum melempar pernyataan ke publik.

Pasalnya, Ketua Harian HKTI Jawa Barat Entang Sastraatmaja menilai pengawasan dan penyaluran bibit pertanian ada di Kementerian Pertanian.

“Kritik Pak Menteri BUMN akan lebih bagus kalau sebelumnya disampaikan ke publik Pak Erick Thohir ngobrol dulu dengan Pak Syahrul,” ujarnya, Senin (25/4).

Dia pun mengingatkan Erick untuk tak sembarangan menggunakan istilah ‘mafia’ tanpa penjelasan definisi praktik mafia seperti apa yang dimaksud. Belajar dari kasus minyak goreng, ia menilai, kata mafia dipakai tanpa ada kejelasan dan bukti.

“Jangan terlau gampang menggunakan istilah mafia ya, tidak semudah yang diucapkan. Kalau mafia itu apa benar ada yang ditangkap? Kayak kasus minyak goreng, itu kan seolah-olah diisukan ada mafia minyak goreng,” terang dia.

“Jangan sampai membuat masyarakat terbengong-bengong ada istilah yang belum tentu istilah itu dipahami jernih karena asumsinya yang namanya mafia itu jelek, urusannya dengan narkoba dan pelacuran,” lanjutnya.

Entang pun mempertanyakan praktik mafia seperti apa yang Erick maksud. Apabila yang dipermasalahkan adalah bibit berkualitas rendah, ia meyakini bibit yang didistribusikan telah melewati sertifikasi sebelum sampai ke tangan petani.

Ia menjelaskan bahwa rata-rata bibit padi yang ada di Indonesia mampu menghasilkan 5,1 ton-5,2 ton per hektare (ha), hanya kalah dari Vietnam yang menghasilkan 5,8 ton per ha.

“Menurut saya kita kan sudah bagus, rata-rata 5,1 (ton per hektare) atau 5,2 ton per hektare, ini kan nomor dua di tingkat Asia, hanya kalah dari Vietnam yang bisa 5,8 ton per hektare,” ungkap Entang.

Ia turut menjabarkan bahwa tipis kemungkinan muncul mafia bibit, terutama dengan hadirnya BUMN lewat PT Sang Hyang Seri (Persero) yang melakukan penelitian dan kajian soal bibit.

“Kesimpulan saya tidak ada mafia bibit, semua sudah terpola, terstruktur, dan bisa dirasakan manfaatnya oleh petani,” katanya.

Entang melihat jika pun ada praktik nakal, biasanya terjadi di tingkat pengusaha pihak ketiga usai meneken kontrak subsidi bibit dan mencoba mengeruk untung sebanyak-banyaknya.

Ia menilai sah-sah saja jika untung yang diambil masih dalam level wajar. Namun, jika keuntungan yang diambil berasal dari merusak kualitas tani, maka dia sepaham praktik tersebut tak wajar dan harus dievaluasi.

“Biasanya kalau pun ada yang ingin memanfaatkan kesempatan itu setelah teken kontrak subsidi bibit akhirnya mencari keuntungan dan dilakukan pihak ketiga. (Tapi) selama dia masih mengambil keuntungan wajar sah-sah saja,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi menilai kata ‘mafia’ tak tepat dipakai untuk permasalahan bibit di sektor pertanian.

Ia menerka yang dimaksud Erick adalah bibit tak tepat waktu dan kualitas karena keterlambatan proses administrasi.

“Saya rasa engga ada (mafia bibit). Tidak tepat waktu dan kualitas mungkin karena keterlambatan proses administrasi. Sebaiknya tidak terus simpulkan sedikit-sedikit mafia,” tandasnya.(Cnb)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here