Matanurani, Jakarta – Sejumlah kalangan menyatakan pemerintah mesti memiliki strategi yang sistematis untuk menekan ketimpangan kesejahteraan antara penduduk di perdesaan dan perkotaan.
Salah satu faktor yang memicu tingginya ketimpangan di desa adalah kesenjangan pengetahuan sumber daya manusia.
“Untuk itu, kita harus mendekatkan pengetahuan dan teknologi di desa-desa. Artinya, untuk mengurangi gap itu, intellectual resources harus tersedia di desa.
Kita juga mesti garap sekolah hijau dan berbagai inisiatif untuk pengembangan SDM,” kata ekonom Mubyarto Institute, Awan Santosa, Selasa (17/7). “Tapi harus sistematis, bukan sekadar pelatihan, harus betul-betul melembaga.
Maka kalau pemerintah mau membuat akademi desa, kita dukung,” imbuh dia. Selain itu, lanjut Awan, organisasi dan manajemen desa juga harus berkembang. Desa harus didorong membangun organisasi kerakyatan, seperti koperasi.
Apabila desa memiliki aset-aset sumber daya alam maka didorong untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
“Yang terjadi saat ini, walaupun kekayaan ada di desa dan eksplorasi tambang di desa, tapi yang bikin timpang, pendapatannya ditransfer ke kota.
Desa hanya mendapatkan porsi yang kecil sekali,” papar dia. Menurut Awan, sumber daya material juga harus didekatkan ke desa, seperti teknologi informasi, teknologi tepat guna yang bisa meningkatkan produktivitas dan infrastruktur, sumber daya keuangan, dan lahan.
“Jadi, harus betul-betul material resources bisa dikelola dan digunakan oleh masyarakat desa,” jelas dia. Awan menambahkan kekuatan di desa itu berupa sumber daya alam, sementara di kota tidak tersedia.
“Makanya, berangsur-angsur masyarakat harus didorong untuk bisa mengelola aset pesisir, pertanian, perkebunan, dan pertambangan, termasuk mengelola sumber daya baru terbarukan,” tukas dia.
Sebelumnya dikabarkan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan di Indonesia yang diukur menggunakan rasio Gini pada Maret 2018 turun menjadi 0,389. Ini merupakan posisi terendah sejak September 2011.
Meskipun secara nasional rasio Gini menurun, tetapi berdasarkan jenis daerah belum merata. Sebab, rasio Gini di perdesaan justru meningkat dari 0,320 pada September 2017 menjadi 0,324 pada Maret 2018.
Sedangkan di perkotaan rasio Gini turun dari 0,404 menjadi 0,401 pada periode yang sama. BPS juga menyebutkan tingkat kemiskinan Indonesia untuk pertama kalinya menyentuh tingkat terendah di posisi 9,82 persen pada Maret 2018.
Jumlah orang miskin di Tanah Air kini mencapai 25,95 juta. Penurunan itu terjadi seiring derasnya gelontoran dana bantuan sosial (bansos) dari pemerintah, sehingga dianggap sebagai penurunan tingkat kemiskinan semu karena bukan berasal dari peningkatan pendapatan riil masyarakat.
Dengan kondisi tersebut, bukan tidak mungkin tingkat kemiskinan akan naik jika dana bansos dikurangi. (Koj).