Matanurani, Jakarta – Ketimpangan distribusi pendapatan masih menjadi tantangan utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
Meskipun ekonomi terus tumbuh, perbedaan tingkat kesejahteraan antarwilayah dan akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan masih belum merata.
Dikutip dari analisis Visual Capitalist, Rabu (2/4) , Pulau Jawa masih menjadi pusat utama ekonomi nasional dengan kontribusi sekitar 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sementara daerah lain seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT) tertinggal dalam pembangunan.
Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan juga memperburuk kesenjangan.
Saat ini, hanya sekitar 12 persen penduduk yang memiliki gelar sarjana, sementara akses terhadap layanan kesehatan juga belum sepenuhnya merata.
Pemerintah telah mengupayakan berbagai kebijakan untuk mengurangi kesenjangan ekonomi, seperti program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Namun, cakupan dan efektivitas program ini masih perlu ditingkatkan.
Di sisi lain, pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) digital melalui e-commerce memberikan harapan baru bagi masyarakat menengah-bawah untuk meningkatkan pendapatan mereka.
Strategi Pemerataan Ekonomi
Untuk mempersempit ketimpangan, sejumlah strategi perlu diterapkan secara lebih luas, di antaranya:
– Perluasan Akses Pendidikan Vokasi
Meningkatkan keterampilan tenaga kerja agar lebih banyak yang dapat masuk ke sektor formal.
– Penerapan Pajak Progresif
Memperkuat sistem pajak, termasuk pajak kekayaan, guna meningkatkan redistribusi pendapatan.
– Investasi di Luar Jawa
Mengembangkan infrastruktur dan industri di wilayah timur agar pertumbuhan ekonomi lebih merata.
– Optimalisasi Program Perlindungan Sosial
Memperluas cakupan bantuan sosial dengan basis data yang lebih akurat.
Saat ini, Indonesia berada dalam posisi menengah dalam distribusi pendapatan global. Ketimpangan di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara Amerika Latin dan Afrika, tetapi masih lebih tinggi dari negara-negara Asia Timur dan Eropa.
Dengan kombinasi kebijakan fiskal progresif, peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta pemerataan pembangunan ekonomi, Indonesia disebut berpotensi mendorong 30?”40 juta orang masuk ke kelas menengah pada tahun 2030. (Rmo).