Home Nasional Perlu Profesor Atasi Kenaikan Harga Telur

Perlu Profesor Atasi Kenaikan Harga Telur

0
SHARE

Matanurani, Jakarta — Harga telurmelambung beberapa waktu belakangan ini. Jika saat lebaran telur di sejumlah daerah masih berada di kisaran Rp22 ribu per kilogram beberapa waktu belakangan harganya terus merangkak naik sampai ke atas Rp30 ribu-an per kilogram.

Tidak ingin kenaikan harga tersebut membebani masyarakat, pemerintah bertindak. Pekan ini, pemerintah mulai menggelar operasi pasar agar harga telur bisa diturunkan.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan bahwa operasi pasar dilakukan besar- besaran dengan menyasar kota besar. Amran mengatakan bahwa operasi pasar dilakukan karena kenaikan harga telur tidak dipicu oleh kelangkaan pasokan telur.

Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa produksi telur antara Januari hingga Mei masih mencapai 733.421 ton, jauh lebih kecil dari kebutuhan yang hanya 722.508 ton.

Hasil operasi pasar walau diklaim Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita efektif, tapi berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) belum bisa menurunkan harga telur sampai ke level harga saat Lebaran 2018 lalu.

Untuk data harga telur di Jakarta misalnya, per Jumat (20/7) kemarin telur masih dibanderol dengan harga Rp28 ribu per kilogram.

Harga tersebut masih lebih mahal Rp5 ribu jika dibandingkan harga dua hari menjelang Lebaran 2018 yang hanya Rp23 ribu per kilogram.

Di Yogyakarta, harga telur masih Rp25 ribu per kilogram, lebih mahal Rp2.500 jika dibandingkan dua hari menjelang lebaran yang hanya Rp22.500 per kilogram.

Penasihat Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Petelur Nasional Robby Sutanto mengatakan memang tidak mudah mengembalikan harga telur seperti semula.

Pasalnya, kenaikan harga telur saat ini didorong banyak faktor.

Salah satunya, kenaikan biaya produksi peternak. Kenaikan tersebut terdorong oleh kenaikan harga pakan akibat penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah.

“Kenaikan biaya produksi juga didorong oleh larangan penggunaan antibiotic growth promoters(antibiotik penunjang pertumbuhan) ayam yang membuat peternak harus mengeluarkan biaya tambahan,” katanya? Jumat (20/7).

Masalah lain juga disebabkan oleh penyakit dan turunnya produktifitas ayam petelur. Nah, berkaitan dengan penurunan produktifitas ayam petelur ini Robby mengatakan peternak tidak mengetahui permasalahan pemicunya.

Peternak hanya bisa melabeli penyakit tersebut dengan nama 90,40,60. Pasalnya, karena penyakit tersebut produksi telur kadang bisa mencapai 90 persen kemudian turun menjadi 40 persen dan naik lagi menjadi 60 persen.

“Misterius dan kami tidak mau mengambil kesimpulan penyakit apa itu karena kami bukan ahli dan profesor,” katanya.

Robby meminta kepada pemerintah untuk segera mengatasi masalah tersebut.

Dia minta pemerintah untuk segera mengumpulkan ahli dan pakar guna mencari jawaban atas penyebab penurunan produktivitas ayam petelur tersebut.

Menurutnya, penurunan produktivitas ayam petelur tidak bisa diatasi sendiri oleh pejabat yang berwenang saja.

“Hanya pakar, ahliatau profesor yang bisa memberi solusi, kumpulkan mereka untuk cari solusi entah itu nantinya rumit atau sederhana, biar jelas semuanya,” katanya.

Robby mengatakan tanpa upaya tersebut dia pesimis harga telur ayam akan bisa dipulihkan seperti sedia kala.

“Impor telur atau indukan kalau masalah tersebut tidak terjawab akan sama saja,” katanya.(Lip).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here