Home Nasional Membedah Makna Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia

Membedah Makna Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Dengan luas hanya 44 hektare atau 0,44 km2, Vatikan merupakan salah satu negara terkecil di dunia. Luas wilayah negara Vatikan tidak lebih besar dari Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta (54,2 ha) meski lebih besar dari Kadipaten Mangkunegaran, Surakarta (9,3 ha).

Sebagai sebuah Negara, Vatikan hanya memiliki sekitar 800 penduduk yang berasal dari berbagai negara.

Akan tetapi sebagai Pusat Gereja Katolik Sedunia dengan Paus Fransiskus sebagai Kepala Negara Takhta Suci dan juga Kepala Gereja Katolik Se-dunia, Vatikan, yang monarki absolut ini memiliki umat  di seluruh dunia sebanyak 1,3 miliar.

Meski termasuk negara terkecil di dunia, Vatikan secara geopolitik memiliki pengaruh yang sangat besar dalam dinamika percaturan politik global. Vatikan memiliki hubungan diplomatik terbanyak kedua di dunia setelah Amerika Serikat.

Vatikan juga termasuk negara pertama yang mengakui secara <span;>de facto<span;> dan <span;>de jure<span;> kemerdekaan Indonesia pada Juli 1947. Pengakuan kemerdekaan pada 6 Juli 1947 itu diikuti dengan ditempatkannya Georges Marie Joseph Hubert Ghislain de Jonghe d’Ardoye M.E.P (6 Juli 1947–2 Maret 1955) di Jakarta sebagai Dutabesar (Delegatus Apostolik).

Jauh sebelumnya, sentuhan tak langsung antara Tahta Suci dan Nusantara terjadi pada 1321. Dalam perjalanan ke China, Odorico da Pordenone OFM, seorang imam dari Ordo Fransiskan, berkunjung ke Sumatera, Jawa, dan Kalimantan (Banjarmasih dan Brunei). Ke Jawa, Odorico berkunjung ke Kerajaan Majapahit yang pada waktu itu dipimpin oleh Raja Jayanegara.

Hasil kunjungan tersebut adalah laporan lengkap tentang Majapahit yang dilukiskan sebagai negara yang bangunannya berhiaskan emas dan rakyatnya yang makmur. Salah satu catatan resminya terdapat dalam situs web resmi Vikariat Apostolik Brunei Darussalam yang  menyebutkan bahwa Odorico mengunjungi Brunei Darussalam pada 1325.

Oleh karena itu, rencana kunjungan Apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia pada 3-6 September 2024 mendatang mempunyai makna yang sangat luas dan penting. Tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi juga bagi umat beragama lainnya dan tentu bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Nah, makna penting kunjungan Paus Fransiskus tersebut akan dibedah tuntas dalam diskusi online yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Tahta Suci (Vatikan) dan Ikatan Rohaniwan/Rohaniwati Indonesia di Kota Abadi Roma (IRRIKA).

Diskusi ini sungguh luar biasa karena dimoderatori oleh Rm. Markus Solo Kewuta SVD – satu-satunya orang Indonesia yang menjadi pejabat di Vatikan. Diskusi online ini juga istimewa karena Dubes RI untuk Takhta Suci (Vatikan), Michael Trias Kuncahyono, akan membuka secara resmi.

Adapun Tema dari diskusi yang digelar secara online melalui Zoom Meeting pada Selasa (23/7) pukul 19.00 WIB atau 14.00 Waktu Italia (ECT) ini adalah “Memaknai Kunjungan Paus Fransiskus bagi Umat Beragama dan Bangsa Indonesia”.

Untuk bisa mengikuti diskusi bisa melalui https://us02web.zoom.us/j/84131885275 pwd=zMhRIAOCtF43bnfxHUwkmZyIf86JPB.1, dengan meeting ID: 841 3188 5275 dan Passcode: 578616.

Menurut Padre Marco Solo SVD, Paus Fransiskus datang untuk semua orang Indonesia, terlepas dari latar belakang masyarakat yang berbeda-beda.

Kunjungan ini penting karena dua hal. Pertama, relasi diplomatik Indonesia-Takhta Suci Vatikan sejak setelah kemerdekaan, dan kedua, oleh karena kehadiran Gereja Katolik di Indonesia sejak abad ke-16 sebagai sebuah agama yang diakui secara resmi di Indonesia.

“Kedatangan Paus Fransiskus syarat makna, baik untuk bangsa dan negara, maupun untuk Gereja Katolik dan komunitas-komunitas agama lainnya. Mengenal beliau dari sikap, tutur kata dan ajaran-ajarannya selama 11 tahun menjadi Paus adalah sangat penting untuk kita pahami setiap kata, ungkapan dan sikapnya selama berada di negara kita,” ujar Rm. Markus Solo Kewuta, SVD dikutip dari rmol, Selasa (23/7).

“Mari kita sambut beliau dengan sukacita, rasa syukur, ramah, berdasarkan adat istiadat ke-Nusantaraan kita,” imbuhnya.

Sementara narasumber yang mengisi diskusi adalah Ulil Abshar Abdalla (Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama/PBNU), Mgr Christophorus Tri Harsono (Uskup Keuskupan Agung Purwokerto/KWI), Prof Dr Komaruddin Hidayat MA (Dosen Universitas Islam Internasional Indonesia), Dr Veronica Endah Wulandari MC  dari IRRIKA (Ikatan Rohaniwan/Rohaniwati di Kota Abadi Roma), Prof Syafiq A Mughni (Ketua PP Muhammadiyah bidang Hubungan Internasional dan Antaragama), Yenny Wahid (Direktur Wahid Institute), Prof Dr Sumanto Al Qurtuby (Dosen di King Fadh University of Petroleum and Minerals).

Salah satu narasumber diskusi dari Roma, Italia, Sr Veronica MC, Doktor Hukum Gereja dari Universitas Antonianum milik Kepausan menjelaskan, dalam kunjungan tersebut ada dua hal yang perlu diamati bersama. yaitu Fraternity (Persaudaraan) dan Compassion (Belarasa).

Menurut Penasihat Hukum Kongregasi Missionaris Claris ini, keberagaman Indonesia akan bertemu di titik persaudaraan dan berbelarasa.

“Saya merasa diskusi ini akan seru karena para narasumbernya sangat menguasai permasalahan yang pengetahuan dan pengalamannya tidak perlu diragukan lagi. Saya harus belajar dari para pembicara lain karena itu penting untuk Indonesia di masa depan,“ ujar Sr. Veronica MC, yang pada 18 Februari 2023 telah bertemu dengan Paus Fransiskus.

Dalam pertemuan tersebut, ada satu pesan Paus Fransiskus yang sangat diingatnya. Yakni, kebaikan hati dan keadilan merupakan dua nilai hidup yang tidak bisa dipisahkan. (Rmo).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here