Matanurani, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebut Bank Indonesia punya banyak ruang untuk memangkas suku bunga acuannya dalam beberapa bulan mendatang. Hal tersebut diperlukan karena dibutuhkan stimulus untuk memacu pertumbuhan, khususnya di tengah risiko perlambatan ekonomi global.
Dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg Television di London kemarin, Sri Mulyani menyebutkan perang perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Cina telah memukul ekspor Indonesia, membatasi impornya, dan menggerus harga komoditas. “Semua itu adalah risiko penurunan yang akan dihadapi Indonesia ketika kita berbicara tentang proyeksi pertumbuhan,” katanya, Selasa, (25/6)
Sri Mulyani memproyeksikan ekonomi Indonesia bisa tumbuh antara 5,17 persen dan 5,2 persen tahun ini. Angka itu turun bila dibandingkan perkiraan pemerintah sebelumnya yang berada di kisaran 5,3 persen.
Perselisihan perdagangan yang memburuk antara AS dan Cina disebut-sebut turut membatasi prospek perekonomian. Hal itu juga memberikan tekanan pada defisit transaksi berjalan.
Meski begitu, menurut Sri Mulyani, pemerintah Indonesia memiliki ruang fiskal untuk mendorong pertumbuhan. Tapi pemerintah juga harus berhati-hati untuk memastikan setiap langkah konsisten dengan reformasi struktural yang diupayakannya.
“Kami menggunakan instrumen-instrumen fiskal dengan cara yang sangat fleksibel dan cekatan untuk merangsang investasi sektor swasta,” kata Sri Mulyani. “Apakah itu dalam infrastruktur atau di sektor lain yang memiliki prioritas.”
Pada 2018, Bank Indonesia menjadi salah satu bank sentral yang paling agresif di Asia. Sepanjang tahun itu, BI mengerek suku bunga acuannya sebanyak enam kali dengan total 175 basis poin di tengah gejolak yang dihadapi pasar negara berkembang (emerging market) saat itu.
Meski bank sentral lain di kawasan ini, mulai dari Australia hingga India, telah mulai melonggarkan kebijakan moneternya tahun ini, BI telah mengambil pendekatan yang lebih hati-hati. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) terkini pada 19-20 Juni 2019 lalu, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya, BI 7 Day Reverse Repo Rate, sebesar 6 persen.
Sri Mulyani melihat BI memiliki banyak ruang untuk benar-benar bermanuver pada paruh kedua tahun 2019. BI juga dinilai akan menemukan waktu yang tepat untuk mengambil langkah.
Lebih jauh Sri Mulyani juga menekankan bahwa kebijakan ekonomi makro tidak dapat menggantikan reformasi struktural yang diperlukan. “Pemerintah perlu menyediakan area bagi semua pihak untuk memiliki kepercayaan dan stabilitas,” katanya.(Tem).