Home News Harga Gas Tinggi, Pelaku Industri Kelabakan

Harga Gas Tinggi, Pelaku Industri Kelabakan

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Harga gas yang masih tinggi di Indonesia dinilai sudah berdampak pada operasional sejumlah perusahaan dan investasi di sektor industri.

Yustinus H. Gunawan, Chairman Asodiasi Kaca Lembaran & Pengaman (AKLP), mengatakan pada 2017 terjadi penutupan operasional satu tungku produksi kaca lembaran di Jawa Tengah untuk upaya revitalisasi. Namun, hingga saat ini upaya revitalisasi itu tak kunjung rampung.

Padahal, normalnya proses tersebut hanya berlangsung selama satu hingga satu setengah tahun. “Penyebab utama dari tertundanya penyelesaian pastilah harga gas bumi yang tidak kompetitif, sehingga daya saing rendah,” ujarnya, Kamis (31/10).

Di sisi lain, jelasnya, ada dua investasi baru yang masuk dan masing-masing mengembangkan tungku produksi kaca lembaran di Jawa Barat. Menurutnya, investasi baru itu masuk setelah terbitnya Peraturan Presiden No. 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

Regulasi itu menyatakan bahwa harga gas bumi untuk sektor industri tertentu senilai US$6 per million british thermal unit (MMBtu). Harga tertentu itu diperuntukkan bagi pengguna gas bumi di industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan industri sarung tangan karet.

Namun, Yustinus mengatakan kebijakan itu tak kunjung terealisasi. “Mereka percayaan kepada pemerintah yang pasti memenuhi janji regulasi Perpres 40/2016. Tetapi, investor yang kelewat percaya dengan regulasi itu kini merasakan dampak negatif dari terperangkapnya investasi yang sudah telanjur.”

Yustinus berharap pemerintah bisa merealisasikan penurunan harga gas itu agar pelaku industri kaca lembaran masih bisa bersaing. Setidaknya, harga gas domestik bisa berada di kisaran US$6,5 – US$ 7,5 per per juta british termal unit (million mritish thermal unit/ MMBtu).

Kisaran harga gas itu dinilai setara dengan yang diperoleh pelaku usaha sejenis di sejumlah negara di Asia Tenggara. Dengan kondisi harga yang setara, pihaknya optimistis bisa bersaing dengan negara tetangga.

“Kami mengharapkan harga gas tidak jauh berbeda dengan harga gas bumi di regional Asean. Kami juga tidak mengingikan yang sangat murah, tetapi yang penting bisa bersaing.”

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan harga gas menjadi salah satu faktor signifikan yang memengaruhi biaya produksi industri keramik. Sumber energi itu berkontribusi sekitar 30% – 35% dari total biaya produksi.

Oleh karena itu, dia berharap pemerintah tetap bisa menyesuaikan harga gas dalam negeri dengan mempertimbangkan harga gas di sejumlah negara pesaing. Menurutnya, harga gas di hilir atau bagi pelaku usaha di sejumlah negara, antara lain sekitar US$7 per MMBtu di Vietnam,  US$7,5 –  US$8 per MMBtu di Thailand dan US$7 – US$7,5 per MMBtu di Malaysia.

“Industri Keramik sangat mengharapkan hal tersebut karena selama menunggu implementasi Perpres itu kami tidak tinggal diam. Industri telah melakukan berbagai upaya untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi seperti pemanfaatan teknologi terkini dan penguatan SDM,” katanya.

Bila tanpa perubahan, Edy menilai para pelaku industri keramik dalam negeri kian tertekan dengan tingginya biaya produksi. Asaki, katanya, bahkan sudah menerima informasi bahwa salah satu produsen keramik dalam negeri sudah menutup salah satu line produksinya untuk mengurangi biaya produksi.(Bis).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here