Matanurani, Jakarta – Demi memenuhi permintaan dan menjaga harga, pemerintah perlu meningkatkan keterlibatan sektor swasta dalam impor gula . Makanya, pemerintah perlu merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 14 Tahun 2020 untuk memberi izin impor gula kristal putih kepada swasta.
“Bukan hanya ke badan usaha milik negara (BUMN) saja, namun juga ke sektor swasta,” kata Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta, Kamis (10/3).
Dalam permendag tadi ketentuan impor gula memuat tiga klasifikasi, yaitu gula mentah untuk pabrik gula, gula rafinasi untuk industri makanan dan minuman, dan gula kristal putih untuk konsumsi masyarakat sehari-hari.
Indonesia hanya mengizinkan sektor swasta untuk ikut serta dalam impor gula mentah dan rafinasi untuk keperluan pabrik gula dalam negeri dan industri. Sementara hak impor gula kristal putih diberikan kepada BUMN.
Menurut penelitian CIPS, swasta lebih tanggap terhadap dinamika pasar gula, baik domestik maupun internasional, sehingga dapat membuat keputusan impor yang sesuai dan lebih efisien dengan kondisi ketersediaan gula di Indonesia.
“Selain meningkatkan peran swasta dalam impor gula, penelitian juga merekomendasikan agar pemerintah meningkatkan kepesertaan pelaku usaha, asosiasi industri dan produsen dalam proses perumusan kebijakan yang berkaitan dengan impor gula,” kata Felippa.
Lanjut Felippa, pemerintah mengalokasikan impor gula mentah untuk bahan baku gula rafinasi dan konsumsi pada 2022 sebanyak 4,37 juta ton. Rinciannya, alokasi impor gula mentah untuk gula kristal rafinasi (GKR) sebanyak 3,48 juta ton dan untuk gula kristal putih (GKP) atau konsumsi sebanyak 891.627 ton. (Sin).