Matanurani, Jakarta – Pemerintah lewat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerbitkan Peraturan Menteri (PM) Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Salah satu aturan yang resmi berlaku pada 1 Juli 2017 yakni tarif.
Dengan ditetapkannya tarif batas atas dan bawah untuk kendaraan transportasi online, pemerintah dinilai telah menunjukan keadilan bagi pengusaha transportasi, pengemudi, dan konsumen.
Adapun tarif yang ditetapkan untuk Wilayah I, Sumatera, Jawa dan Bali dengan tarif batas bawah sebesar Rp3.500 dan batas atasnya sebesar Rp6.000. Sementara untuk Wilayah II, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua tarif batas bawah sebesar Rp3.700 dan batas atasnya sebesar Rp6.500.
Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, filosofi tarif transportasi yang benar ditetapkan oleh pemerintah bukan pengusaha transportasi. Pasalnya, jika ditetapkan pemerintah maka negara wajib melindungi konsumen, pengemudi, dan pengusahanya.
“Selama ini (tarif taksi online) ditetapkan oleh operator online, itu tidak benar. Sesuai filosofinya, pemerintah yang harus menetapkannya, karena kan penetapan tarif ini kan memperhitungkan banyak hal, karena negara berkewajiban untuk melindungi pengusahanya, warga, dan pengemudi,” ujarnya.
Selain itu, kata Djoko, ditetapkannya tarif online membuat pengemudi mendapatkan kepastian pendapatan. Selama ini pengemudi mendapatkan keuntungan yang tidak seimbang antara biaya operasi, biaya perbaikan kendaraan dengan diberlakukannya tarif murah.
“Jadi yang disebut tarif murah itu sebenarnya saya tidak setuju, karena murah itu tapi tidak memperhitungkan pendapatan, demand, dan jumlah armada taksi online. Hal ini sudah dirasakan pengemudi juga. Harusnya kan biaya operasi kendaraan itu memperhitungkan ada keutungan, faktor lain dan keberlanjutan pengemudinya,”ujarnya. (Oke).