Matanurani, Jakarta – Pusat Reformasi Ekonomi atau Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menilai stabilitas nilai tukar rupiah hingga akhir 2019 relatif terjaga di kisaran Rp13 ribu-Rp14 ribu per dolar Amerika Serikat (USD), seiring sikap Federal Reserve (Fed) yang dovish.
“Sikap dovish the Fed itu merespons pertumbuhan ekonomi global yang cenderung melambat akibat masih berlangsungnya perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat. Kondisi itu membuat stabilitas nilai tukar rupiah akan terjaga,” ujar Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah Redjalam, seperti dikutip dari Antara, Rabu, (31/7).
Menurut dia seiring dengan stabilnya niIai tukar maka frekuensi penggunaan dana cadangan devisa untuk menstabilkan rupiah dapat jauh berkurang, sehingga ruang kenaikan cadangan devisa cukup terbuka kedepannya.
“Selama semester pertama 2019 kondisi cadangan devisa menunjukkan perbaikan dibandingkan pada akhir semester 2018 Ialu. Pada Juni 2019, cadangan devisa kembali meningkat menjadi sebesar USD123,8 miliar,” paparnya.
Menurut dia dengan cadangan devisa yang berpotensi meningkat dan nilai tukar rupiah relatif stabil maka terbuka kemungkinan bagi BI untuk melakukan pelonggaran moneter dengan menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate.
Apalagi, lanjut dia, kondisi moneter selama paruh pertama 2019 ini juga menunjukkan performa yang baik, didasari dari indikator-indikator makro seperti tingkat inflasi yang masih berada pada rentang target, yakni sebesar 3,28 persen (yoy) pada Juni 2019.
“Kalau rupiah bergerak volatile tidak mungkin BI melakukan pelonggaran likuiditas,” ucapnya.
Di sisi lain, lanjut dia, perang dagang yang masih berlangsung telah membuat the Fed menjadi dovish. Hal itu dapat dijadikan kesempatan oleh BI untuk melakukan pelonggaran moneter dalam rangka mendorong pertumbuhan kredit nasional.
Namun, lanjut dia, masih terdapat alasan bagi the Fed untuk menahan suku bunga acuannya yakni kondisi ekonomi AS yang relatif masih baik walaupun ada kecenderungan melambat. Pada akhir tahun ini, lanjut dia, nilai tukar rupiah diproyeksikan bisa menyentuh level Rp13.500 per dolar AS atau bahkan bisa lebih kuat.
“Namun, diperkirakan cukup sulit untuk menembus di bawah level Rp13 ribu per dolar AS di tengah perlambatan ekonomi global,” pungkas Piter.(Mei).