Home Benny's Wisdom Atasi Beban Hutang, Benny Pasaribu : Hapus Pemborosan & Tingkatkan Produktifitas 

Atasi Beban Hutang, Benny Pasaribu : Hapus Pemborosan & Tingkatkan Produktifitas 

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Kecemasan berbagai pihak tentang peningkatan utang luar negeri yang kini telah mencapai USD 357, 5 miliar atau Rp 4,361 triliun per akhir bulan Januari 2018 atau tumbuh 10,3 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar USD 324.3 miliar atau Rp 4.345 triliun, ditanggapi serius oleh anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Benny Pasaribu.

Menurut pengamatan Benny, peningkatan utang luar negeri adalah hal yang wajar dan tak perlu dikhawatirkan secara berlebihan asal digunakan pada sektor-sektor produktif dan menghindarkan praktik-praktik pemborosan.

“Presiden Jokowi telah berkomitmen bagaimana agar supaya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita digunakan secara pruden atau menganut prinsip kehati-hatian, efisien dengan menghilangkan segala pemborosan serta digunakan pada sektor-sektor produktif,” ungkap Benny kepada matanurani di Jakarta, Jumat (6/4).

Sementara dari sisi produktifitas menurut Benny adalah memastikan dana-dana desa serta dana transfer ke daerah sampai kepada sektor-sektor yang produktif.

“Saya kira karena kemiskinan banyak di desa diciptakanlah lapangan kerja disana sehingga dana itu bisa digunakan oleh masyarakat untuk pendapatannya. Dan saya yakin produktifitas masyarakat di desa akan semakin meningkat. Dan mudah-mudahan kalau ada beberapa kepala desa bermasalah, itu karena aparat desa belum paham mengenai penggunaan dana desa. Dan jangan pula dicari-cari masalahnya, padahal di didik atau dijelaskan juga tidak,” ungkap Benny.

Menurut Benny, kepala desa adalah orang desa sendiri yang masih belum berpengalaman soal urusan anggaran, tapi ketika dana desa digulirkan ke setiap desa satu miliar mereka cenderung gagal paham. “Kita bisa meniru negara Korea dalam menyalurkan dana desanya tidak dalam bentuk tunai melainkan dalam bentuk material. Misalnya ketika membangun infrastruktur, masyarakat desa cukup diberi semen, baja dan seterusnya,” jelas Benny.

Sehingga menurut Benny itu lebih produktif dibanding transfer tunai. Namun, justru dalam undang-undang pula yang menyebut begitu ditambah munculnya kelembagaan desa seperti BUMdes, dan bahkan lembaga desa lain seperti BUMR.

“Kelembagaan desa ini juga harus jelas supaya semuanya produktif. Kalau terlalu banyak lembaga di desa tentu akan membuat persaingan jadi tidak jelas dan pemborosan lagi,”ungkap Benny.

Stabilitas Makro dan Industrialisasi

Disamping itu menurut Benny, meski hutang luar negri yang meningkat Benny meyakini stabilitas makroekonomi masih tetap terjaga dan inflasi masih rendah dan tidak ada alasan untuk menaikkannya keatas.

“Inflasi kita 3,6 % masih tinggi itu betul, tapi untuk membawa 3,6% itu kita sudah setengah modar. Yang perlu kita tekan adalah supaya bagaimana bunga bisa menjadi lebih rendah melalui inflasi, dan rating kredit kita,” ujar Benny.

Selain itu juga Benny mengingatkan hutang-hutang BUMN yang digaransi oleh pemerintah perlu dilakukan lebih hati-hati. Jika BUMN mengambil peran yang begitu besar sampai digaransi kemampuan bayar utangnya, dikhawatirkan publik mempertanyakan darimana uangnya. Karena utangnya bisa jangka pendek sementara pembangunan dan hasilnyapun jangka panjang, sementara utang harus dibayar.

“Jangan-jangan BUMN nya harus dijual dan dimiliki investornya. Karenanya saya pikir DPR perlu menjaga jangan sampai dibiarkan begitu dan sekarang pun Presiden mulai melihat ini apakah BUMN kita sudah pantas melakukan ini, kenapa tidak diberi kepada pengusaha-pengusaha domestik, lokal ataupun daerah sehingga semua ini bisa menghasilkan pendapatan,” jelas Benny.

Selain itu tambah Benny untuk menambah pendapatan negara perlu membangun industri berdasarkan produk unggulan masing-masing daerah. Sehingga daerah itu memiliki produk unggulan. Benny mencontohkan Papua dengan produk unggulan sagu, coklat di Sulawesi , CPO di Sumatera dan Kalimantan, Singkong di Lampung, maka kemudian ada zona-zona industri , atau kawasan-kawasan ekonomi khusus yang diberi fasilitas termasuk , tax holiday dan sebagainyadi kawasan industri yang infrastrukturnya justru perlu difokuskan.

“Karena bagaimanapun bahan baku itu datang dari desa ke kawasan industri harusnya dengan jalan dan jembatan yang baik dan mulus agar supaya logistiknya bagus. Kalau hanya pelabuhan yang hanya diperbaiki terus kemudian masuk ke jalan tol, saya khawatir impor kita malah cenderung ke kawasan industri dan terus kita jadi market,” pungkasnya. (Smn)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here