Oleh Eko Handoko Hasian
TINDAKAN Budi Waseso sebagai Kepala Badan Usaha Logistik untuk menolak impor adalah sebuah angin segar bagi petani di Indonesia. Hal ini tentu menjadi kebijakan yang sangat ksatria dari seorang Kabulog untuk menjaga hasil panen petani padi di Indonesia. Karena selama ini sering terkena dampak penurunan harga akibat masuknya komoditas impor pangan di Indonesia.
Tapi apa sebenarnya yang Bulog bisa lakukan untuk menaikkan kesejahteraan petani adalah bukan semata-mata menolak impor beras. Melainkan Bulog harus mampu menaikkan harga beli GKP (Gabah Kering Panen ) di tingkat petani.
Sekarang ini harga beli GKP Bulog hanya Rp.4.070/kg sedangkan harga pasaran gabah di pasar umum adalah Rp 4.500- Rp5.500/ kg GKP.
Dan rata-rata hasil panen petani per musim adalah sebesar 6 ton/ha, jadi kalau semuanya dijual penghasilan per hektar adalah sekitar Rp 24 juta sedangkan biaya modal untuk per musim sekitar Rp15 juta margin keuntungan petani Rp 9 juta per hektar per musim.
Sedangkan rata-rata kepemilikan lahan petani di Indonesia hanya 0.3 ha /petani artinya pendapatan rata-rata petani di Indonesia hanya 2.7 juta/musim (4 bulan)
Sangat jauh di bawah UMR dan ini merupakan salah satu faktor utama urbanisasi PENDUDUK desa dengan mencari kehidupan yang lebih baik di kota.
Sebagaimana diketahui Bulog adalah instansi pemerintah yang menjaga stabilitas pangan. Dalam hal ini petani meminta Bulog untuk segera menaikkan harga beli GKP agar petani semakin bergairah untuk menanam padi dan swasembada pangan pun niscaya akan tercapai.
Semoga semangat pemerintah khususnya Bulog dalam menaikkan kesejahteraan petani bukan hanya isu hangat yang enak untuk diperdebatkan. Mayoritas petani tidak mengerti ekspor impor, petani hanya memahami berapa hasil dari panen mereka dibeli. Semoga Budi Waseso sebagai Kabulog berani menaikkan harga GKP di tingkat petani. Petani menunggu kebijakan yang riil dan langsung menyentuh penghasilan petani di Indonesia.
Penulis aktif di Komite Ekspor Impor DPN HKTI, Praktisi dan pengamat pertanian