Matanurani, Jakarta – Negara-negara anggota G20 akan mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa secara virtual di tengah pandemik global COVID-19 atau virus corona. KTT itu akan diselenggarakan pada 26 Maret 2020 pukul 19.00 malam guna membahas penanganan COVID-19.
Raja Salman dari Arab Saudi yang menjabat sebagai Presidensi G20 tahun 2020, akan memimpin KTT itu. Diharapkan para Kepala Negara G20 dapat menghasilkan suatu Pernyataan Bersama terkait COVID-19.
Pada pertemuan virtual tersebut, Presiden RI, Joko Widodo akan berdiskusi secara online dengan para pemimpin negara anggota G20 dan organisasi internasional terkait diantaranya PBB, WHO, Bank Dunia dan IMF. Pembahasan nantinya bukan saja soal penanganan krisis pandemik, tetapi juga dampak ekonomi dan sosial yang berpengaruh pada global supply-chain.
IMF memperkirakan dampak COVID-19 berpotensi seburuk krisis ekonomi global pada 2008 silam. Untuk itu, pertemuan G20 kali ini sangat dinanti-nanti dunia guna mendukung stabilitas keuangan dan perekonomian dunia. Aspek perdagangan internasional dan kerja sama internasional juga menjadi pokok bahasan utama guna menjamin kelancaran arus barang dan jasa, serta penguatan upaya global dalam merespon COVID-19.
Sebelum diselenggarakannya KTT G20 Luar Biasa Virtual, G20 telah melaksanakan pertemuan virtual Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 pada 23 Maret 2020, serta pertemuan Sherpa G20 pada (25/3).
Pada pertemuan virtual para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, telah dibahas paket stimulus dalam kerangka COVID-19. Di samping itu, organisasi internasional seperti Bank Dunia dan IMF juga sepakat untuk mengeluarkan bantuan pendanaan guna meredam dampak pandemik COVID-19 terhadap perekonomian global.
Dalam pertemuan Sherpa G20, Indonesia telah menyampaikan perlunya G20 fokus mendukung negara berkembang dan Least Developed Countries (LDCs) sebagai pihak yang diperkirakan paling rentan terhadap dampak pandemi COVID-19. G20 yang dibentuk 1999 merupakan forum utama kerja sama ekonomi internasional yang memiliki posisi strategis yang secara kolektif mewakili 85 persen GDP dunia, 75 persen perdagangan global dan 2/3 penduduk dunia.(Tem).