Home News The Great Lockdown IMF Bikin Rupiah “Terkunci” di 14.000/US$

The Great Lockdown IMF Bikin Rupiah “Terkunci” di 14.000/US$

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Rabu (17/6). Meski demikian, rupiah masih “terkunci” di level Rp 14.000/US$.

Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,29% di Rp 14.060/US$. Level tersebut sekaligus menjadi yang terlemah intraday, karena setelahnya rupiah berbalik menguat 0,14% di Rp 14.000/US$ dan bertahan hingga pukul 12:00 WIB.

Sentimen positif datang dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada Senin tengah malam mengumumkan akan membeli obligasi perusahaan di pasar sekunder melalui program Secondary Market Corporate Credit Facility (SMCCF) mulai Selasa (16/6).

Pengumuman tersebut membuat mood pelaku pasar membaik dan kembali mengalirkan modalnya ke negara emerging market yang memberikan imbal hasil tinggi. Capital inflow terlihat di pasar obligasi, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun turun 5,4 basis poin (bps) menjadi 7,185% kemarin.

Sebagai informasi, pergerakan yield obligasi berbanding terbalik dengan harganya. Ketika yield turun, berarti harga sedang naik. Sebaliknya, ketika yield naik, berarti harga sedang turun.

Saat harga naik, artinya permintaan sedang tinggi dan menjadi indikasi aliran modal masuk ke pasar obligasi yang menopang penguatan rupiah.

Setelah The Fed, giliran Presiden AS Donald Trump yang membawa angin segar. Selasa malam kemarin, pemerintahan Trump dikabarkan sedang mempersiapkan proposal pembangunan infrastruktur senilai US$ 1 triliun.

Bloomberg News yang mengutip sumber yang mengetahui rencana tersebut melaporkan versi awal dari proposal itu menunjukkan sebagian besar dana akan digelontorkan untuk pembangunan infrastruktur tradisional seperti jalan raya dan jembatan, kemudian infrastruktur 5G dan broadband di pedesaan.

Kabar tersebut membuat bursa saham AS (Wall Street) melesat, yang menjadi indikasi mood pelaku semakin baik.

Tetapi sayangnya, laporan dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) membuat mood pelaku pasar sedikit menurun, dan rupiah belum mampu melewati Rp 14.000/US$.

IMF memprediksi perekonomian global di tahun 2020 akan lebih buruk lagi ketimbang proyeksi sebelumnya di bulan April. Saat itu, IMF memprediksi perekonomian global akan mengalami kontraksi 3% di tahun ini.

Proyeksi terbaru dari IMF tentunya lebih besar dari itu, bahkan dikatakan menjadi yang terburuk sejak Depresi Besar (Great Depression) di AS pada tahun 1930an.

“Untuk pertama kalinya sejak Great Depression, baik negara maju atau berkembang akan mengalami resesi pada tahun 2020. Data Outlook Ekonomi Global mendatang sepertinya menunjukkan tingkat pertumbuhan negatif, bahkan lebih buruk daripada yang diperkirakan,” kata Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath dalam sebuah blog, dikutip dari CNBC International.

IMF mengatakan krisis yang terjadi saat ini tidak pernah terjadi sebelumya, dan dillabeli The Great Lockdown.

Lockdown merupakan kebijakan karantina wilayah yang dilakukan negara-negara guna meredam penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

Akibat kebijakan lockdown, roda perekonomian menjadi menurun drastis, bahkan nyaris terhenti, sehingga kontraksi bahkan resesi tak bisa dihindari.(Cnb).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here