Home News Teknologi dan Peremajaan Tanaman Masih Jadi Tantangan Perkebunan Sawit

Teknologi dan Peremajaan Tanaman Masih Jadi Tantangan Perkebunan Sawit

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Produktifitas perkebunan sawit rakyat masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan perkebunan swasta dan BUMN. Karenanya perlu diatasi melalui penerapan teknologi dan peremajaan tanaman.

“Penerapan teknologi dan peremajaan tanaman masih jadi tantangan perkebunan sawit rakyat di tanah air,” ungkap Dedy Junaedi, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian saat Diskusi bersama Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) di Jakarta, Rabu, (13/9).

Selain itu menurut Dedy, tantangan lainnya adalah keadaan lahan kelapa sawit masih terdapat areal lahan yang mengalami kerusakan sebesar 172.803 Hektar  dari total 11.260.277 Hektar lahan.

“Mayoritas yang rusak adalah lahan perkebunan rakyat sebesar 103.485 Ha. Dan ini memerlukan perhatian pemerintah pusat dan daerah,” kata Dedy.

Berikutnya dalam konteks internasional, industri CPO selalu mengalami kampanye negatif terutama di Eropa, yang menuding merusak lingkungan sehingga ekspor CPO dalam negeri mengalami hambatan bea masuk yang cukup tinggi di Eropa.

Selain itu, lanjut Dedy mayoritas ekspor minyak sawit masih di dominasi oleh CPO dan KPO dan  belum mengarah ke produk-produk bio-industri.

“Akibatnya nilai tambah yang lain jauh lebih kecil. Sebaiknya dengan mengganti CPO dan KPO akan memberikam nilai tambah tinggi dan menjadi produk-produk olahan bernilai tambah tinggi pula,” katanya.

Selanjutnya tantangan lainnya adalah Sertifikasi Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) secara sukarela (voluntary) dan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang merupakan kewajiban (obligatory) masih belum dilakukan secara optimal.

“Tantangan persawitan ini  tentu akan menjadi masukan dalam menyusun roadmap induatrialisasi komoditas sawit bersama KEIN,” pungkas Dedy.

Sementara, Sekjen GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia), Togar Sitanggang mengingatkan besarnya kontribusi industri persawitan terhadap negara harus diimbangi dengan proteksi dan fasilitas negara. Itu yang menjadi tantangan industri persawitan saat kini dan tidak cukup hanya dalam bentuk himbauan.

“Sekarang, mau hilirisasi yang mana, yang seperti apa? Ini sebenarnya yang tidak ada kesamaan. Misalnya, industri oleokimia itu naik terus, tapi fasilitas pemerintah sudah memadai belum? Intinya, banyak hal yang harus dilakukan untuk memenangkan pasar. Apalagi kalau tujuannya adalah produk akhir bernilai tinggi, proteksinya harus lebih,” ujar Togar.

Sementara Direktur Utama PTPN III, Dasuki Amsir menyambut baik diskusi persawitan yang diselenggarakan oleh KEIN. Menurut Daswir, hilirisasi sawit masih belum optimal, lantaran selama ini Indonesia masih mengandalkan ekspor dalam bentuk minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

Karenanya Daswir meminta agar segera melakukan hilirisasi industri sawit. “Sebab dengan hilirisasi, nilai tambah industri sawit akan banyak dirasakan bangsa Indonesia,” kata Daswir. (Smn).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here